PelajaranDownload!Dunia Anak!Situs Bahasa Asing

Selamat datang ke situs bahasa asing di Indonesia!

Pelajaran dan Download Free Download!Ebook Gratis!

  1. Bahasa Inggris       england           E-book Inggris Gratis     book

  2. Bahasa Prancis     Prancis            E-book Prancis Gratis    boy

  3. Bahasa Belanda     Belanda           E-book Belanda Gratis    books

  4. Bahasa Jerman       Jerman            E-book Jerman Gratis      book stand

  5. Bahasa Lain               Bahasa lain          E-book Bahasa Lain         dark book

  6. Google
     
    Web kursusgratis.50webs.com
     

Nelly Kunst LIMA

 
1. Harm dan ikan mas
Dalam taman ada sebuah kolam ikan mas yang besar. Di sana hidup banyak sekali ikan mas.
Salah satu dari mereka adalah seekor ikan cantik yang besar. Dia berkilauan seperti emas asli dan dia punya sebuah ekor berwarna biru. Dia punya kehidupan yang menyenangkan dalam kolam. Namun ikan cantik itu tidak puas. Kau tahu, mengapa tidak? Sebab dia tidak dapat berjalan!
Dia sangat ingin melangkah dalam arti sesungguhnya seperti dilakukan anak-anak. Tetapi ya, tidak bisa. Karena ikan sama sekali tidak punya kaki.
Pada suatu kali datanglah seorang anak laki-laki ke kolam. Dia Harm. Dia menarik bersamanya sebuah mobil-mobilan. Di dalamnya ada roti untuk ikan.
Harm melempar potongan roti ke dalam air. Ikan-ikan emas melahapnya dengan lezat. Kecuali ikan mas yang cantik dan besar itu. Dia sama sekali tidak makan. Dia merapat ke pinggir dan melihat kepada kaki-kaki Harm.
“Kau tidak ingin makan?” tanya Harm.
“Akun tidak berselera,” tukas ikan mas.
“Kenapa tidak?” tanya Harm lagi dengan nada bersahabat.
“Aku sangat ingin berjalan-jalan di atas rumput sama seperti kau. Aku ingin melihat bunga-bunga di taman. Tetapi itu tidak bisa sebab aku tidak punya kaki.”
“Tidak,” kata Harm. “Kau tidak punya kaki. Tetapi jika kau berada dalam mobil-mobilanku? Dan aku akan mengajak kamu berjalan-jalan mengelilingi taman? Kau akan merasa senang?”
“O ya sudah pasti!” teriak ikan mas senang.
Harm menaruh ikan mas itu kedalam mobil-mobilan dan menariknya melalui taman.
Sehingga ikan emas melihat semua bunga yang tumbuh dalam halaman. Setelah dia melihat semuanya, Harm membawanya lagi kedalam kolam.
“Terima kasih banya!” seru ikan mas, dia tertawa gembira. “Apakah kau datang lagi besok?”
“Tentu,” Harm berjanji.”Sampai besok!”
2. Babi yang bersih
Roosje seekor babi gemuk. Dia selalu rajin membersihkan diri. Dan setiap pagi dia membuat sebuah lengkungan manis pada ekornya.
“Knor-knor,” katanya kemudian.”Sekarang aku bertambah bersih berkilauan.” Sesudah itu sepanjang hari dia diam tidak bergerak. Hal itu menurutnya menyenangkan; hanya berdiri diam, tanpa bergerak.
Roosje merasa tidak senang karena semua kakak dan adik-adiknya jorok. Mereka tidak pernah mandi. Mereka dalam keadaan penuh lumpur dan pada ekor-ekor mereka tidak ada lengkungan manis itu.
Setiap hari mereka mengajak Roosje bermain bersama mereka dalam genangan lumpur. Tidak pernah. Dia tidak ingin jadi kotor. Dia ingi tetap selalu bersih dan mengkilap.
Pada suatu siang yang sangat cerah datanglah seorang peri sihir melewati kandang babi dimana Roosje tinggal. Dia melihat babi bersih tetap berdiri dan bertanya:
“Mengapa kau sangat bersih?” Kakak dan adikmu menyukai yang jorok-jorok. Babi yang sehat juga jorok.
“Aku tidak mau menjadi babi yang jorok,” kata Roosje.”Aku ingin selalu tetap bersih.”
“Dan mengapa kau berdiri sangat tenang?” tanya peri sihir lagi.
“Itulah yang paling aku sukai,” kata Roosje.
“Kau kelihatannya cocok sebagai sebuah celengan babi,” peri sihir tertawa.”Kau mau kan sebagai celengan babi?”
“O ya!” seru Roosje gembira.”Aku mendapat juga sebuah lobang di atas punggungku?”
“Tentu saja,” ujar peri lagi.
Dia mengayunkan tongkat sihirnya dan membawa mantera:
“Ember besar, garpu kecil,
Kau kini sebuah celengan babi!”
Seketika itu pula Roosje telah menjadi sebuah celengan babi.

3. Hamertje-tik
Hammertje-tik bukan seorang tukang kayu yang baik. O tidak, sangat jelek! Semua yang dibuatnya rusak berantakan. Oleh karena itu tidak seorang pun lewat memintanya membangun sesuatu. Tja, apa yang harus diperbuat tukang kayu jelek itu.sekarang? Seketika itu dia pergi ke hutan yang penuh dengan binatang-binatang. Di sana dia menemui singa, si raja dari semua binatang.
“Kau tahu, apa yang aku nilai begitu sedih,” katanya kepada singa. Karena kalian semua tidak punya satu pun menara dalam hutan ini.”
“Hmmmm,” singa menderu.”Apa yang harus dilakukan binatang-binatang dengan menara itu?”
“Yaitu,” kata Hammertje-tik.”kalau kau punya menara yang sangat tinggi, yang melampaui pohon-pohon, kau bisa melihat semuanya dengan jelas.”
“Hmmmm,” singa menderu lagi.”Jika aku ingin melihat sesuatu aku bisa memanjat pohon yang paling tinggi.”
“Semua itu bagus dan benar,” kata Hammertje-tik.”Tapi kalau turun hujan, kau akan basah.”
“Begitu,” kata singa.
“Dalam menara tidak,” kata Hammertje-tik. “Karena di sana akan ada sebuah kamar di dalamnya.”
Tiba-tiba singa mau memiliki sebuah menara dalam hutan.
“Siapa yang harus membangun sebuah menara untukku?” tanya dia.
“Aku yang akan membangunnya!” seru Hammertje-tik.”Aku seorang tukang kayu. Lihat, aku punya sebuah palu, sebuah gergaji dan paku-paku, yang aku bawa.”
Lalu dia memperlihatkan peralatan tukangnya kepada singa itu.
“Mulailah segera,” kata singa.”Aku akan memberi kau beberapa pembantu tukang.”
Lalu dia memanggil seekor beruang, seekor harimau dan seekor gajah.
Pada saat itu juga Hammertje-tik mulai membangun. Beruang menggergaji papan-papan dari pohon-pohon yang ditarik oleh gajah ke atas tanah. Harimau membawa papan-papan itu kepada Hammertje-tik. Tetapi Hammertje-tik adalah seorang tukang yang sangat jelek. Dia memalu papan saling menyatu satu sama lain dengan sebuah paku. Dan itu tidak kuat.
Begitulah menara itu jadi dan sangat bagus pada saat rampung. Singa dengan segera ingin naik ke atas menara. Lalu dia memanjat. Dia melangkah ke tangga bersama seekor monyet, seekor babi hutan, seekor kuda nil, seekor jerapah, seekor kelinci, seekor kelelawar dan masih banyak bintatang binatang lain di belakangnya naik. Tetapi ketika mereka sampai ke atas ..... o, wee, apa yang terjadi kemudian?
Krak! Krak! Terdengar suara keras.
Lalu dengan suara bedebum yang sangat keras, menara itu patah berkeping-keping. Binatang-binatang jatuh berhimpitan satu sama lain. Mereka berteriak :
“Mana Hammertje-tik? Betapa jeleknya dia sebagai tukang kayu!”
Tetapi Hammertje-tik sudah kabur dari situ. Mereka tidak menemukan lagi dia dimana pun. Dengan begitu, itu juga bagus, mungkin.
4. Knaagje dan Knabbeltje
Knaagje dan Knabbeltje adalah dua anak tikus yang manis. Mereka tentu saja juga nakal. Dengan ........... . Pada suatu kali mereka pergi melangkah bersama. Ibu tikus berseru:
“Jangan mencuri milik manusia, sayang. Kita tikus bersih.” Ayah tikus berseru:
“Dan jangan masuk ke dalam dapur manusia karena di sana ada kucing.”
Knaagje dan Knabbeltje tidak mendengar. Mereka tetap pergi ke dapur karena di sana banyak makanan enak. Tambahan lagi kau selalu bisa menemukan sesuatu untuk dimakan. Lalu hari ini terceiun aroma yang sangat harum.
“Mmmmm,” kata Knaagje.”Kau mencium aroma lezat itu, Knabbbeltje? Ikan goreng.”
“Itu sangat lezat,” kata Knabbeltje.
Snorrebaard, si kucing, sedang tiduran dalam dapur. Dia sangat bosan sebab sekarang tikus-tikus tidak suka lagi mendekati ikan.” Kita akan mengganggunya,”bisik Knaagje.”Barangkali dia mau pergi dari sana.”
“Kita gigit saja ekornya,” kata Knabbeltje.
Dengan kaki-kaki kecil mereka, mereka mengendap-endap mendekati Snorrebaard dan lalu menggigit ekornya dengan gigi-gigi mereka yang tajam pada ekor kucing.
“Au!” teriak kucing.”Siapa yang menggigit ekorku?”
Tetapi kucing itu mengantuk sekali dan akibatnya dia kembali jatuh tertidur. Sekonyong-konyong itu melompat dan menggerutu.
“Pasti tikus-tikus yang menjengkelkan itu lagi yang melakukannya! Aku tidak bisa lagi tidur nyenyak. Aku akan pergi dari dapur ini.”
Dengan segera dia meninggalkan dapur. Baru saja dia pergi, tikus-tikus kecil itu menyerbu meja dengan cepat. Dan beruntung di sana ada sepiring yang berisi ikan goreng. Sangat besar dan terlihat coklat kekuning-kuningan.
“Mari kita bawa kepada ayah dan ibu,” kita Knabbeltje. “Untuk kita berdua, ikan itu terlalu besar.”
“Ya,” kata Knaagje.”Ikan sebesar itu ayah dan ibu bisa pula ikut makan.”
Mereka melepaskan ikan dari piring dan menariknya ke lobang dalam tanah. Ibu melihat itu dengan sedikit marah, pada waktu dia melihat ikan itu.
“Ya, ya,” ucap dia.”Kau tetap sudah membawa kabur sesuatu milik manusia? Cih!”
“Tidak, tidak,” ujar ayah.”Bagaimana kalian mendapat ikan yang demikian lezat itu?”
“Biasa,” seru Knabbeltje.”Dia terletak pada sebuah piring dan tidak seorang pun di sebelahnya.”
“Tidak, tidak ada orang di sebelahnya,” seru Knaagje.”Jadi dia miliki kita.”
“Aku sudah bilang kepada kalian: jangan pergi ke dapur manusia,” geram ibu marah. Tetapi dia tetap melihat penuh selera kepada ikan yang lezat itu.
“Cicipilah ibu,” kata ayah.
Dia sudah mulai melahap ikan itu. Ibu mencoba sepotong ikan sawo matang yang enak itu.
“Mmmmmm,” katanya.”Sangat enak, ya.”
Dengan segera dia mulai makan dengan rakusnya. Knaagje dan Knabbeltje mulai makan pula. Akhirnya keempat tikus menikmati makan yang lezat itu. Ibu dan ayah sama sekali telah lupa bahwa ikan itu adalah hasil curian. Tja, begitulah tabiat tikus sampai sekarang.
5. Danau putih
Greetje akan bermain luncuran salju. Ada sebuah genangan di belakang rumah dan sudah membeku keras. Ibu berkata:
“Kau harus tetap berada di atas genangan, sayang. Kau tidak boleh pergi jauh.”
Greetje mengangguk dan berlari menjauh dengan alat luncuran esnya. Di atas genangan dia memakai alat luncuran esnya dan tak lain sesudah itu dia sudah meluncur melalui lapangan. Sangat menyenangkan, katanya.
Tetapi baru beberapa kali meluncur di atas lapangan yang agak besar. Dia melepas alat luncur esnya dan melangkah ke jalan. Dia berjalan dan berjalan dan akhirnya dia melihat berputar apakah dia juga melihat sebuah lapangan besar.
“Apa yang kau cari?” tanya seekor angsa salju hitam yang marah.
“Aku mencari sebuah lapangan es yang besar” kata Greetje.
“Aku tahu satu,” kata angsa salju. “Duduklah di atas punggungku, aku akan membawamu ke sana.”
Greetje naik ke punggung angsa. Dia sama sekali tidak tahu bahwa burung itu seorang penyihir perempuan. Sesudah terbang cukup lama mereka sampai di sebuah danau yang besar.
“Kita sampai? Kata angsa salju.”Inilah dia. Sebuah lapangan cantik, bukan?”
“Ya,” kata Greetje.”Tetapi sepi. Tidak ada anak-anak yang sedang main ski.”.
“Itu tak perlu. Sangat gampang karena kau tak akan bertabrakan dengan orang lain.”
“Benar,” tawa Greetje dan dia memasang alat luncur esnya.
Pada saat itu terjadi dia tidak melihat lagi burung hitam yang besar. Dia merasa aneh karena baru saja dia masih di sana.
Tetapi Greetje tidak memikirkan hal itu lebih lanjut. Dia bermain di atas es dan itu menyenangkan. Dia pergi ke atas es dan itu mengasyikkan. Ada kelap-kelip bintang-bintang perak di dalamnya. Tak lama kemudian dia sudah meluncur di atas es. Dia tidak bertemu seorang pun tetapi dia terus meluncur. O alangkah menyenangkan dan dia berjalan cepat. Seperti seseorang telah mendorongnya.
Pada saat dia sampai ke tengah danau, tiba-tiba matahari menyembunyikan diri. Ada kabut tebal yang menutupinya. Sekonyong-konyong Greetje tidak bisa melihat apa-apa lagi. Dia membalikkan diri tetapi di belakangnya hanya kabut tebal. Greetje mulai takut dan air mata keluar dari pelupuk matanya. Dia ingat kepada ibunya yang mengatakan bahwa dia harus tetap berada di belakang rumah mereka.........
Kabut makin tebal dan makin tebal. Greetje mulai menangis dengan keras dan duduk di atas es. Tetapi kemudian dia mendengar tiba-tiba kelepak burung.
“O, itu angsa hitam,” pikirnya.”Yang akan menolongku.” Tetapi itu bukan si burung hitam. Itu seekor bangau putih perak yang serta merta sudah berada di atas es di sampingnya.
“Bagaimana kau sampai ke mari? Tanya.”Bukankah tidak boleh dari ibumu.”
Greetje menceritakan kepadanya mengenai burung hitam. Bangau berkata bahwa burung hitam itu sebenarnya seorang peri perempuan, yang bisa menyihir seseorang.”Aku tahu pasti bahwa peri perempuan yang telah menyihir kabut supaya kau menjadi takut. Naiklah ke atas punggungku, aku akan membawamu pulang.”
Sekarang Greetje suka melakukan itu. Tak lama kemudian dia duduk aman di atas bangau dan membawanya pulang. Ibu merasa tidak tenang. Dia berdiri melihat di pintu. Dia sangat gembira ketika dia melihat Greetje kecil datang. Mereka berterima kasih kepada bangau dan Greetje mengajaknya masuk kedalam rumah. Itulah akibat Greetje tidak tetap berada di atas genangan, tetapi semua orang bahagia karena semua berlangsung tidak kurang suatu apa pun.
6. Jolanda
Ibu dari Yolanda sedang sibuk di dapur. Dia memanggang irisan roti. Tiba-tiba terdengar bunyi bel pada pintu depan.
“Ring, ring, ring!”
Ibu berjalan lewat gang dan membuka pintu depan. Di sana sudah berdiri Yolanda.
“Siang mama!” seru Yolanda.
“O, kau itu?” kata ibu.”Aku pikir tukang daging.”
“Bukan,” tawa Yolanda. “Ini aku.”
Ibu pergi kembali ke dapur. Tak lama kemudian bel berdering lagi.
“Ring, ring, ring!”
Ibu lalu membuka pintu lagi.
“Siang mama!” seru Yolanda.
“Sekarang kau lagi!” tawa ibu.”Aku pikir tukang sayur.”
“Bukan,” tawa Yolanda. “Ini aku!”
Ibu pergi lagi ke dapur. Tak lama kemudian bel berbunyi lagi.
“Ring, ring, ring!”
Pada waktu ibu membuka pintu, dia melihat Yolanda lagi sedang berdiri. Dia berseru:
“Siang mama!”
“Kau lagi ya?” tawa ibu.”Aku pikir tukang roti.”
“Bukan,” tawa Yolanda.”Ini aku!”
“Kini kau tidak boleh main bel lagi,” kata ibu.”Karena jika aku selalu harus meninggalkan gorenganku di dapur, gorengan itu akan hangus. Lalu kita tidak akan makan gorengan kentang hari ini.”
Yolanda tidak menekan bel lagi karena dia sangat doyan makan gorengan kentang lezat yang kekuningan itu.
7. N a t a l
Janneke dan Tanneke adalah dua orang bersaudara. Mereka punya rambut yang dipilin panjang. Rambut Janneke hitam dan Tanneke pirang. Pada suatu kali mereka pergi berhari Natal. Di sana selalu ada banyak orang. Oleh karena itu Ibu berkata:
“Kalian harus saling bergandengan tangan. Dan jangan sampai terlepas, Sayang! Jika tidak kalian kehilangan.”
Mereka berjanji kepada Ibu agar mereka saling berpegangan kuat-kuat. Masing-masing mereka menerima sedikit uang dan dengan segera mereka berangkat. Pada waktu Natal, orang sibuk dengan kepentingan masing-masing. Manusia penuh sesak.
“Kita akan membeli es?” tanya Janneke.
Tanneke menganggap itu ide bagus. Tak berapa lama mereka tetap membawa masing satu es wafel besar dalam tangan mereka. Sedangkan tangan yang lain mereka saling berpegangan kuat.Tiba-tiba mereka melihat sebuah tenda tongkat asam. O, o, betapa enaknya saat melihat tongkat asam itu.
“Kalian akan membeli satu?” tanya pedagang hari Natal ramah.
“Itu tidak bisa, Tuan,” kata Janneke. “Kami sudah punya es dalam tangan kami.”
“Kalian masih punya tangan lagi?” seru pedagang dengan nada gembira.
“Kami harus saling bergandengan. Itu janji kami kepada Ibu,” kata tongkat asam. “Tapi kami sangat ingin punya satu tongkat asam itu, Pak.”
Pedagang itu punya ide bagus.
Dia mengikat jalinan dari rambut hitam Janneke dan jalinan pirang dengan rambut Tanneke.
“Lihatlah!” katanya. “Sekarang kalian tidak akan saling kehilangan. Dan kini kalian masih punya tangan bebas untuk sebuah tongkat asam!”
Janneke dan Tanneke berpendapat itu sangat bagus. Mereka membeli masing-masing sebuah tongkat asam yang besar.
Pada waktu mereka pulang kemudian, Ibu tertawa tergelak-gelak. Dia lihat ide pedagang itu cukup efektif.
8. Spik dan Sjaak
Di tengah di atas tanah berumbi besar tinggallah sebuah kelinci, ayah, ibu, dan dua anak laki-laki mereka, Spik dan Sjaak. Mereka saling menyenangkan satu sama lain. Ayah dan Ibu hidup sangat puas. Tetapi Spik dan Sjaak tidak. Mereka berdua memimpikan hutan dimana mereka sangat ingin melihat-lihat. Tetapi ayah dan ibu mereka sangat melarang keras hal itu. Jadi kedua bersaudara itu hanya bermain di atas tanah dengan berumbi itu dan kadang-kadang melihat dengan rasa ingin tahu kepada hutan dari jauh.
Pada suatu hari Kwaak, si katak, bercerita bahwa di dalam hutan itu sangat cantik.
“Begini anak-anak,” katanya. “disana ada sebuah telaga dengan air, yang sangat cantik mengkilap sehingga terlihat seperti cermin dan di sana penuh dengan pohon-pohon besar. Di sana tumbuh pula sekarang buah-buah ini yang sangat lezat di semak belukar dan rasanya sangat manis sehingga kau perutmu akan buncit. Juga keharuman dalam hutan itu sangat enak karena mawar-mawar liar sehingga sehingga seperti terlihat dimana-mana tercium wangi. Sama sekali berbeda dengan aroma tanah bertumbi ini, kawan. Karena disini baunya jauh dari segar. Jorok, menurutku.”
Lalu Kwaak menarik hidungnya ke atas seakan dia mencium sesuatu yang sangat jorok.
“Aku pikir, tanah berumbi itu baunya tidak jorok,” kata Spik. “Tetapi aku segera percaya kepadamu bahwa di dalam hutan itu baunya lebih enak.”
“Aku akan pergi sesegera mungkin ke hutan itu,” seru Sjaak.
“Tetapi aku sudah dengar bahawa disana ada sangat banyak binatang-binatang aneh dan berkali-kali ada seorang pemburu yang menembak binatang-binatang.”
“Ach tidak,” tawa Kwaak dan semua yang dikatakan seakan dia tahu semuanya dengan baik. “Aku berkali-kali melihat pemburu dan dia tak pernah menembakku. Ada seekor binatang, yang harus kalian takuti yaitu bangau. Dia binatang yang sangat picik. Dia punya kaki-kaki yang panjang dan sebuah paruh yang tajam. Terakhir kali dia sudah melahap dua ekor katak yang tinggal dalam telaga hutan. Mengerikan ya?”
“Och,” keluh kelinci bersaudara. “Alangkah malangnya binantang itu. Jika kita menjumpainya dengan tidak sengaja, kami akan berlari kabur karena seperti katamu dia akan memakan kita. Fui, kita tidak harus memikirkan hal semacam itu.”
“Itulah yang paling baik yang bisa dilakukan!” seru Jwaak lagi dan kemudian melompat menjauh ke lobang katak.
Hutan yang jauh itu sesudah menurut cerita dari Kwaak, sekarang telah menjadi daya tarik bagi Spik dan Sjaak, harus segera mereka kunjungi.
Mereka tidak menceritakan hal itu kepada ayah dan ibu mereka karena pastilah tidak diizinkan. Jadi mereka pergi secara diam-diam.
Seperempat jam kemudian, mereka berjalan cepat dan mereka sampai kepada pepohonan pertama. Dan baru saja mereka sampai di ujung hutan, dengan siapa mereka bertemu di jalan hutan? Bangau! Dia melangkah tenang di atas kakinya yang panjang dan melihat kelinci-kelinci dengan segera.
“Ohya,” ucapa dia bersahabat. “Kalian pastilah Spik dan Sjaak? Kemana kalian pergi?”
“Eh... eh... eh...” para kelinci tergagap dan mereka berpikir bahawa bangau akan melahap mereka.
“Kalian tinggal di tanah berumbi? Apa yang kalian lakukan jauh dari rumah?”
“Kami... kami... mau sekali melihat ke dalam hutan,” Spik gugup agak gemetar dan dia berpegangan dengan dengan Sjaak. Tetapi Sjaak sangat menggigil.
“Kalian akan melakukan itu karena dalam hutan berbahaya untuk kelinci-kelinci gemuk,” ucap bangau lagi dan kelinci menganggap bahwa dia sangat ramah dan berbicara manis. Mereka telah membayangkan bahwa bangau sangat marah dan picik. “Kalian tahu,” bangau melanjutkan. “bahwa saat ini ada seorang pemburu dalam hutan ini! Dia akan menembak burung-burung dan kelinci.”
“O, o,” ratap Spik dan Sjaak. “Apak itu benar? Pemburu itu seorang laki-laki yang kejam, yang selalu diperingatkan oleh ayah ibu kami.”
“Tepat!” ucap bangau. “Jadi jika aku menjadi kalian, aku akan segera cepat pulang ke rumah.”
Tiba-tiba bnagau diam berdiri mendengarkan dan kemudian berbisik:
“Dengarkan! Aku mendengar langkah-langkah pemburu sudah berada di jalan hutan. Dia akan mendekati kita.”
“Pang! Pang!” terdengar suara tembakan.
Betap takutnya kelinci-kelinci itu. Mereka tidak tahu ke sebelah mana mereka harus berlalu dari situ. Bangau coba membantu.
“Naiklah kalian ke atas punggungku, aku akan segera membawa kalian ke tanah berubi. Aku harus ke sebelah situ karena di sana ada sebuah saluran diaman berdiam katak-katak yang lezat. Dan itu sangat aku sukai.”
“Apakah kau akan memakan kami juga?” tanya Spik dan kedua kelinci memandang ketakuitan ke atas, ke arah paruh dari bangau itu.
“Ha, ha, ha,” tawa bangau. “Aku tidak suka daging kelinci, kalian jangan takut.”
Sekarang kelinci segera tahu kenapa Kwaak menganggap bangau sangat licik. Karena bangau sangat suka katak-katak. Dan juga mengapa Kwaak tidak takut kepada pemburu, karena pemburu tidak pernah memburu katak-katak. Mereka hanya menembak kelinci dan tahu sama sekali tidak enak.
Denagn cepat kelinci bersaudara naik ke atas punggung bangau dan seketika itu pula dia meninggalkan tempat itu menuju tanah berumbi.
9. Istana keemasan
Sangat lama berlalu tinggallah sangat jauh dari sini seorang satu. Orang itu bercerita bahwa selain pintar dia juga sangat kecil. Badannya tidak lebih besar dari sebuah jari kelingking.
Dia menghuni dala sebuah istana kecil berawarna keemasan yang terletak di tengah padang bunga-bunga. Kini, kau mengerti kenapa semua anak-anak mau melihat sang satu yang sangat kecil itu. Dan seakan melihat istana emas tersebut.
Oleh karena itu Michiel dan putri-putrinya Marleen juga ingin mengunjungi istana itu. Itu tidak medah sebaba begitu banyak padang-padang bunga.
“Aku harap kita menemukannya,” kata Merllen kepada adiknya. “Itulah yang aku harapkan.”
“Mudah-mudahan,” kata Michiel. “Kita harus melihat dengan lebih teliti sayang karena istana itu sangat, sangat kecil.”
“Dan Ratu lebih kecil lagi,” tukas Marleen.
Mereka berdua menertawakan keadaan sang ratu sangat kecil seperti kelingking yang belum pernah kita lihat. Itu memang benar sebab kawan perempuan Marleen sudah pernah melihat sang ratu sekecil itu.
Pertama sekali yang dilihatnya dalam padang bunga adalah seekor lebah yang gemuk. Dia duduk berjuntai di atas bunga kuda.
“Katakan, lebah,” tanya Marleen. “barangkali kau tahu jalan menuju istana emas?”
“Ya, aku tahu,” tukas lebah. “Jalanlah lurus menuju padang itu lalu kau akan melihat sebuah jalan kecil dan disanalah istana itu berada.”
“Terima kasih banyak, lebah,” katanya berdua dan mereka melangkah terus melewati antara pohon-pohon yang berwarna merah, kuning, biru, dan ungu. Sementara itu mereka mencari istana itu tetap mereka tidak melihat apa-apa.”
Tiba-tiba Michiel melihat sesuatu yang berkelap-kelip. Itu bukan istana karena dia bergerak dan sedang duduk di atas sebuah mawar kelapa merah. Itu adalah seekor kupu-kupu emas kecil. Tidak lebih besar daripada sebuah kepala jarum penyemat. Marleen kemudian melihat itu juga.
“Itu pasti sudah dekat pada Sri Ratu,” katanya tak tajam dalam pandangan Michiel.
“Ya,” bisik dia kembali. “Kita harus mengikuti kupu-kupu itu. Dia dengan sendirinya membimbing kita ke istana itu.”
Mereka menunggu dengan tenang sampai kupu-kupu itu mengepakkan sayapnya untuk terbang dan seketika itu pula anak-anak itu mengikutinya. Dan lihat, mereka sudah sampai di sebuah jalan kecil. Tetapi syang mereka tidak melihat lagi kupu-kupu emas itu.
“Sayang sekali,” kata Marleeen. “Sekarang dia menghilang.”
Mereka membungkukkan diri dan melihat di antara kembang-kembang. Seketika itu juga mereka melihat sudah berdiri istana emas yang kecil. Besarnya tidak lebih besar daripada kotak sepatu. Istana itu punya atap yang di atasnya berdiri sebuah menara kecil yang runcing, yang memancarkan kelipan seakan berdiri dalam kobaran api.
“Betapa cantiknya,” kata mereka kagum serentak. “Alangkah indahnya.” Dan sangat tenang mereka tetap melihat. Tak lama kemudian pintu kecil terbuka dan seorang ratu yang sangat kecil yang memakai gaun berawarna biru dan berkabut melompat keluar. Juga kupu-kupu itu muncul lagi dan menari bersama lalu mereka melompat dibawah bunga-bunga.
Marleen dan Michiel tetap memandang sangat lama sampai ratu dan kupu-kupu memasuki istana lagi. Mereka sangat senang karena mereka sudah melihat ratu liliput dan istana kecil itu.
10. Peri kecil Peremus
Ada seorang peri bertopi kerucut yang bernama Peremus. Dia tinggal di bawah sebuah pohon pir yang besar. Jika musim panas, Peremus selalu duduk beristirahat enak di kerindangan dari pohon pir. Dia melihat ke arah jalan dan memandang semua yang datang melintas.
Pada suatu hari saat dia duduk di sana lagi, datanglah seorang nyonya tua melintas dengan langkah terhuyung-huyung. Dia berjalan dengan sangat susah. Kelihatannya dia sangat lelah.
“Och, Nyonya yang malang,” pikir Peremus. “Dia pasti tidak punya uang untuk membeli sebuah karcis bis atau kereta api. Kau tahu? Aku akan bertanya apakah dia bersedia duduk sebenatr di sebelahku, kemudian dia beristirahat.”
Dia berjalan dengan langkah kecil secara cepat kepada perempuan tua itu dan berkata ramah:
“Anada pastilah letih. Mari duduk di depan rumahku, di sana kau bisa beristirahat dengan menyenangkan.”
Untunglah perempuan tau itu mau. Tak berapa lama dia duduk di sebelah Peremus di sebuah kursi taman dan keduanya mereka minum secangkir teh hangat.
“Twit! Twit!” seru seekor burung hitam dan dia segera hinggap di atas cabang paling rendah dari pohon pir itu.
“Siapa kau?” tanya Peremus. “Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.”
“Twit! Twit!” tawa si burung.
Dan jawaban seperti itu terdengar sama sekali tak bersahabat.
“Pergi dari sini!” seru Peremus marah.
Burung terbang ke arah cabang yang lebih tinggi dan lagi-lagi berseru:
“Twit-twit!”
“Alangkah menjengkelkan binatang itu,” seru Peremus menderu.
“Aku pergi saja,” kata Nyonya itu dan tiba-tiba dia mulai menangis.
“Apa yang terjadi? Kenapa Anda begitu sedih?” tanya Peremus.
Dia merasa sangat kasihan pada perempuan tua itu. Dia menggiringnya ke dalam rumah dan di sana perempuan itu menceritakan kepadanya bahwa burung itu selalu mengikutinya.
“Kemana pun aku pergi, burung itu pergi ikut denganku. Dan lalu dia selalu menggangguku. Binantang yang sangat menjengkelkan.”
“Tunggulah,” kata Peremus. “Aku akan menangkapnya.”
“Itu tidak akan berhasil.” Seru nyonya itu. “Burung itu sangat lincah. Kau tidak akan bisa menangkapnya!”
“Itu akan kita lihat nanti,” kata Peremus. “Aku punya teman yang sangat banyak, Anda tahu?”
Sesudah itu Peremus pergi ke gudangnya dan membawa dari sana sebuah jaring tipis. Lalu dia berseru kepada semua nyamuk, tawon, dan lebah yang dia kenal. Mereka mengambil tiap mereka sebuah titik jaring, terbang bersama ke atas dan menyebarkan jaringan itu melewati pohon pir. Burung itu sudah tertangkap.
“Twit! Twit!” seru burung marah.
Tetapi itu tidak menolong lagi. Peremus naik ke pohon dan memegang burung itu, Dia meletakkannya ke dalam sebuah sangkar.
“Besok kau akan kubawa ke kebun binatang,” katanya.
Itu dianggap tidak menyenangkan oleh binatang nakal, tetapi yang bagi perempuan tua iutu. Karena mulai saat itu dia tidak pernah diganggu lagi oleh burung yang menjengkalkan itu. Perempuan itu berterimakasih kepada Peremus dan tak lama kemudian dia pergi lagi.

Pelajaran Bahasa Asing

Dari dalam halaman situs web ini, Anda pun dapat mempelajari salah satu bahasa asing yaitu:

  1. Bahasa Inggris

  2. Bahasa Prancis

  3. Bahasa Jerman

  4. Bahasa Belanda

  5. Bahasa Portugis

Jika Anda ingin belajar lebih jauh mengenai bahasa-bahasa asing ini, Anda juga bisa mengunduh (download) e-booknya secara gratis!

Pilihlah ebook bahasa di bawah ini sesuai dengan minat Anda!

Selamat belajar,  semoga sukses!.