PelajaranDownload!Dunia Anak!Situs Bahasa Asing

Selamat datang ke situs bahasa asing di Indonesia!

Pelajaran dan Download Free Download!Ebook Gratis!

  1. Bahasa Inggris       england           E-book Inggris Gratis     book

  2. Bahasa Prancis     Prancis            E-book Prancis Gratis    boy

  3. Bahasa Belanda     Belanda           E-book Belanda Gratis    books

  4. Bahasa Jerman       Jerman            E-book Jerman Gratis      book stand

  5. Bahasa Lain               Bahasa lain          E-book Bahasa Lain         dark book

  6. Google
     
    Web kursusgratis.50webs.com
     

Nelly Kunst TIGA


1. Kacamata burung hantu
Tuan Burung Hantu berjalan melewati jalan yang penuh dengan pohon bram. Dan tebaklah siapa yang dilihatnya? Willie, anak beruang. Dia duduk diam dengan roknya pada sebuah semak pohon bram.
“Tuan burung hantu,” serunya, agak tersedu. “Maukah kau menolongku? Rokku tersangkut pada duri-duri.”
Tuan Burung Hantu melihat lagi tambah marah dan mendengus:
“Aku tidak mau membantumu! Kau seekor beruang bodoh. Kau harus melihat dengan baik dimana kau berjalan.”
Tanpa melihat sekali lagi kepada Willie, dia melangkah memasuki pondoknya.
“O, o,” keluhnya. “Alangkah letihnya mataku. Aku hampir tidak bisa lagi melihat. Aku akan tiduran sebentar.”
Dengan segera dia merebahkan diri di atas dipan dan dengan segera dia tertidur nyenyak. Dia mendengkur. Ada 1 jam lamanya. Ketika dia bangun matanya masih lelah. Tuan Burung Hantu mengusap wajahnya dan ketika dia menyudahi bahwa kacamatanya tidak ketemu.
“Tuhanku,” pikirannya. “Dimana kacamataku?”
Dia mencari dan mencari ke seluruh kamar. Di bawah dipan, di bawah meja, dan di bawah almari. Tetapi kacamatanya tidak ada dimana pun. Dan ya, bagaimana sekarang seekor burung hantu tanpa kacamata! Itu bukan burung hantu yang sesungguhnya.
Tiba-tiba dia tahu sesuatu. Dia telah menghilangkan tentu saja kacamatanya di jalan yang penuh pohon. Di sana, dimana Willie berada di semak belukar. Dia berjalan keluar pintu tetapi untuk mendapatkan pintu itu tanpa kacamata tidak mungkin dilakukan. Di luar di jalan yang berpohon-pohon, dengan sempoyongan dia berjalan terus. Di sana Willie memetik pohon-pohon bram. Roknya tidak tersangkut lagi di semak-semak.
“Bantu aku mencari?” pinta burung hantu. “Aku telah kehilangan kacamataku.”
“Ya, baik,” seru Willie dan dia merangkak untuk mencari kacamata burung hantu di atas lumut. Willie punya mata yang bagus dan itu berlangsung tidak lama dia telah menemukan kacamata itu tersembunyi di bawah rumput. Tuan burung hantu sendiri tidak pernah bisa menemukan kacamata itu kembali.
“Ini, ambillah,” katanya ramah.
“Terima kasih banyak,” kata tuan burung hantu dan dia memasang cepat kacamatanya. “Apakah kau tidak marah kepadaku?” tanya dia.
“Kenapa?” katanya.
“Sebab aku tidak menolongmu ketika rokmu tersangkut di semak-semak dulu.”
“Tidak, kawan,” Wollie tertawa. “Aku telah melupakannya.”
“Lain kali aku akan menolongmu,” kata tuan burung hantu. Dan dia berpikir : “Aku akan menolong semua orang yang mebutuhkan aku karena jika Willie tidak membantu aku, kacamataku tidak pernah ditemukan lagi.”
2. Tiga bola sihir
Pada suatu waktu, berdirilah sebuah puri di atas sebuah gunung yang tinggi. Orang-orang yang tinggal di lembah setiap hari melihat ke gunung yang tinggi itu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Mereka tidak mengerti sedikit pun bagaimana puri putih yang indah itu tiba-tiba sudah berada di sana.
Aku tahu semua, tetapi biarlah, orang-orang itu tidak menanyakan hal itu kepadaku. Jadi aku tidak pernah menceritakan kepada mereka. Tetapi kepada kalian, aku akan bercerita. Dengarkanlah.
Pada suatu hari, sangat lama berlalu ada tiga bola sihir bergulir di atas jalan. Seorang ahli sihir telah menghilangkannya. Seekor anjing melihat bola-bola itu menggelinding. Dia mengambil satu bola dan memakan habis. Tiba-tiba anjing itu berubah menjadi seorang pangeran yang pintar. Dia mengikuti dua bola lainnya. Datanglah seekor kucing. Dia melihat dua bola dan mengambil satu. Lalu dimakannya. Dan lihat, kucing itu tiba-tiba menjadi seorang permaisuri yang bersih dengan rambut keemasan dan keriting. Pangeran memberi Sri Ratu tangannya dan bergandengan mereka berjalan mengikuti bola yang masih tersisa. Bola itu berjalan ke gunung tinggi dimana puncaknya bercokol.
Pada waktu Pangeran dan Permaisuri juga datang ke puncak gunung, bola sihir itu tiba-tiba menjadi sebuah puri. Kastil itu sangat indah dan sangat cantik sehingga Pangeran dan Permaisuri segera tinggal di sana.
Aku tidak tahu apakah mereka masih tinggal di sana karena itu terjadi sudah lama berlalu.

3. Musim semi dalam hutan jin berpeci kerucut
Masih ada terjadi cuaca jelek dalam hutan jin berpeci kerucut.
Tetesan hujan besar berjatuhan ke bawah.
“Tik, tik, tik, tik,” terdengar di atas dedaunan dari pohon-pohon.
Udara juga dingin.
Jin berpeci Junnie berjalan dengan sebuah jas musim dingin yang tebal pada jalan hutan. Dia menggigil kedinginan dan jenggot putihnya basah kuyup.
“Fui, fui,” dia bersungut. “Alangkah dinginnya udara. Dimana musim seminya? Mengapa pula matahari tidak bersinar?”
“Siapa yang aku dengar bersungut semacam itu?” terdengar suara dari peri musim semi yang baru saja datang ke dalam hutan.
“Akulah yang bersungut itu,” seru Junnie.
“Dan mengapa bersungut seperti itu?” tanya peri musim semi dan dia pergi ke dekat dimuka Junnie berdiri.
“Sebab hari demikian dingin dan karena musim semi tetap berlangsung begitu lama. Dan matahari tidak terbit? Semua bunga sudah berada di sana, tetapi mereka tidak berani membuka daun-daun mereka sebab hari terlalu dingin...”
Peri musim semi mulai tertawa.
“Kau harusnya tidak begitu, tidak sabaran, jin berpeci kerucut, Junnie,” katanya dengan suara lembut. “Sekarang baru saja musim semi yang akan kau lihat.”
Peri mengayunkan dengan tongkat sihirnya kesana kemari. Dan tiba-tiba hujan berhenti. Matahari mulai bersinar dengan riangnya. Udara menjadi hangat dan enak dalam hutan. Semua bunga-bunga membuka kelopak daunnya. Bunga kuda, bunga bulan Mei, bunga mentega, dan juga bunga Pantekosta.
Telah terjadi satu kali pesta musim semi dalam hutan.
Junnie membuka cepat jas musim dinginnya yang tebal dan mulai bernyani sebab sekarang sudah musim semi.
4. Permaisuri Zilverhaar
Hari musim semi yang terang benderang. Matahari awal tahun sudah memberi banyak kehangatan dan mengasyikkan. Oleh karena itu Permaisuri Zilverhaar mau menunggang kudanya. Dia menunggang di aats pegunungan yang hijau. Rambut perak panjangnya berkilau seperti bintang-bintang pohon kesemek dan pipinya kemerahan yang terlihat seperti buah apel merah. Dia berkuda dengan kecepatan tinggi dan tidak memperhatikan bahwa sudah mencapai di kawasan raksasa Grawel. Tiba-tiba dia berada dalam sebuah jaring tembus pandang bersinar hijau dan tak lama kemudian raksasa Grawel sudah menyumpal mulutnya.
“Kau adalah seorang permaisuri yang cantik,” tawanya kasar. “Aku akan membawamu pulang. Rambut perakmu aku jual dan aku akan menelanmu nanti malam.” Permaisuri begitu terkejut. Tetapi ya, apa yang harus dia perbuat? Dia tidak tahu. Dan sampailah dia di rumah raksasa. Di sana raksasa meletakkan permaisuri di atas meja dan berkata:
“Kau tenanglah duduk di sini karena aku masih harus beristirahat sejenak. Bila aku bangun, aku segera akan memasak dan memakanmu.” Raksasa menutup matanya dan segera jatuh tertidur. Permaisuri berjalan ke tepi meja besar dan melihat kebawah.
Oui, betapa tingginya meja ini. Terlihat ada sebuah rumah. Dia tidak dapat melompat ke sana. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia memandang ke jendela. Jendela itu terbuka. Dia mendengar kudanya meringkik dalam kebun. Tiba-tiba dia mendapat sebuah ide. Dia akan menggelitiki raksasa dalam hidungnya. Sampai begitu lama, sampai raksasa bersin.
Dari meja dia memanjat ke atas bahu raksasa dan menyusuri jenggotnya menuju kearah hidungnya. Dia sampai ke atas kumis raksasa dan mulai menggelitiki dalam hidung.
“Hatsyiiiii!!!” raksasa bersin.
“Dan dengan sekuat tenaga disertai bakat luar biasa Permaisuri Zilverhaar terbang keluar jendela. Dia mendarat tepat di atas pelana kudanya. Dengan segera dia memecut kudanya lari dengan kecepatan tinggi. Dan sebelum raksasa menyadari apa yang sudah terjadi, permaisuri itu sudah menghilang. Kembali ke istananya, tempat Zilverhaar tinggal.

5. Gudang mainan
Ada sebuah gudang mainan dalam kebun. Milik Rita, seorang gadis kecil.
Gudang berdiri sendiri di atas rumput. Rita sudah bermain di sana, tetapi sekarang dia akan melakukan sebuah istirahat kecil tengah hari. Itu diperintahkan oleh ibunya.
Tak lama datanglah sebuah boneka kecil melangkah di lapangan rumput. Dia tetap berdiri di muka gudang mainan dan berpikir:
“Oh, alangkah cantiknya sebuah gudang boneka itu. Kesanalah aku paling baik tinggal.”
Boneka kecil melihat melalui jendela-jendela, tetapi dia tidak melihat seorang pun.
“Tidak ada sebuah boneka pun di dalamnya,” pikirnya. “Aku paling baik tinggal di dalam gudang ini, karena aku tidak punya rumah.”
Pertama sekali dia memasuki dapur. Di sana sudah kompor bersama panci-panci di atasnya. Oh alangkah bagusnya.
Kemudian dia melangkah masuk ke dalam kamar. Di sana ada sebuah meja kecil dengan dua kursi di sebelahnya. Boneka kecil membuka roknya dan berbaring di tempat tidur. Oh betapa lembutnya kesenangan itu.
Boneka kecil sudah tidur banyak, jadi dia sudah tidur cepat.
Pada waktu Rita, sesudah istirahat tengah harinya, datang ke kebun dengan Ibu, mereka berjalan segera ke gudang mainan. Dan di sana mereka melihat boneka kecil berbaring di tempat tidur kecil pula.
“Ada sebuah boneka di tempat tidur!” seru Rita sangat nyaring.
Ya, boneka kecil juga terkejut sehingga dia sama sekali merangkak di bawah seprai.
“Kau harus berbicara sedikit lembut kepada bonek kecil!” kata Ibu. “Kalau tidak boneka kecil menjadi takut.”
“Kau tidak usah takut, boneka kecil,” kata Rita dengan suara lembut dan sangat manis. “Singkirkan saja seprai itu. Aku tidak marah padamu.”
Dengan sangat hati-hati boneka kecil menyibak seprai dan dia bertanya:
“Bolehkah aku tinggal dalam gudang boneka ini?”
“Ya sayang,” kata Rita. “Kau boneka yang sangat kecil. Kau sangat cocok dalam tempat tidur kecil itu.”
“Maukah kau menjadi ibu boneka-bonekaku?” tanya boneka kecil lagi.
“Aku ingin sekali,” kata Rita.
Dia melihat kepada Ibunya dan berseru:
“Sekarang aku juga seorang ibu, seeprti Anda. Itu menyenangkan!”
Ibu tertawa.
“Pasti menyenangkan, Sayang,” katanya. “Dua ibu. Kau tahu apa yang aku lakukan? Aku akan menyiapkan cepat secangkir teh untuk dua ibu!”
“Boneka kecil juga menerima secangkir teh?” tanya Rita.
“Tentu saja,” kata Ibu.
Tak berapa lama mereka duduk minum teh bertiga dengan menyenangkan.
6. Burung gundul
Dalam kebun Bert duduk seekor burung kecil menangis. Dia sangat menderita. Dia tersedu dan tersedu.
Bert yang duduk di dalam mendengar itu. Dia berjalan kearah burung kecil. Dan ketika Bert melihat, burung itu sudah tidak punya bulu lagi. Hanya di kepala tumbuh rambut barang beberapa helai. Selebihnya botak sama sekali.
Bert memandang burung kecil itu dengan penuh rasa iba.
“Bagaimana bisa sampai kau kehilangan bulu-bulumu? Tanya dia.
Aku telah terbang menyusuri kawat berdiri,” sedu burung kecil. “Dan ketika sadar aku sudah kehilangan bulu-buluku. Bodoh, kan?”. Bert melihat kawat berduri dan memang benar, burung kecil itu tidak bercanda karena semua bulu terletak di sana di atas rumput.
“Jangan menangis lagi,” kata Bert.”Aku akan membantumu!”. Dia memungut semua bulu itu dan membawanya pulang, sesudah itu dia mengambil sekaleng lem. Dengan hati-hati dia mulai mengelem bulu-bulu itu satu demi satu ke tubuh burung kecil itu.
Kemudian dia harus membiarkan kering di bawah sinar matahari selama 1 jam agar lemnya menempel dengan kuat.
Bert bercerita selama menunggu itu sehingga tidak terasa lem itu sudah mengering.
Pada saat cerita habis, lem kering dan burung kecil itu dapat terbang lagi.
7. Kembang matahari
Tiap hari Frans kecil berdiri memandangi kepada jago keemasan sampai berdiri di atas sebuah menara yang tinggi.
“O, o,” katanya.”Sayang sekali kau berada di menara yang sangat tinggi. Aku sangat ingin melihat ayah jago keemasan dari dekat.”
Tetapi ya, Frans kecil tidak tahu bagaimana dia mencapai di atas puncak menara, jadi dia hanya pulang ke rumah. Pada suatu kali dia berdiri lagi di samping menara itu tiba-tiba jatuhlah sebuah bunga matahari kecil ke bawah, sangat dekat di depan kakinya berada.
“Tanami aku,” kata kembang matahari.
Frans yang sangat menyujai bunga-bunga, melakukan dengan segera.
Tak lama kemudian bunga matahari itu tiba-tiba tumbuh.
“Duduklah ke atas batangku,” kata kembang matahari.
Frans melakukan itu karena dia bisa paling baik. Dia duduk sangat nyaman. Itu seperti dia duduk di atas kursi sandaran ayah.
Tja, dan apa yang terjadi selanjutnya?
Tangai bunga matahari tumbuh dan tumbuh. Dia menjadi sangat tinggi seperti menara. Frans naik sampai ke dekat ayam jago keemasan berada. Dia bisa melihat sekarang sangat baik dari dekat.
“Apa kau nilai aku sangat bagus?” tanya ayam jago keemasan itu.
“Kadang-kadang!” seru Frans.
Dia mengelus dengan jari-jarinya di atas bulu-bulu keemasan.
“Permisi!” seru ayam jago keemasan.”Sekarang kau turunlah lagi, kawan.”
Dan begitulah kejadiannya.
Tangkai bunga matahari menjadi makin pendek dan makin pendek. Bahkan sesudah itu Frans berdiri di atas tanah.
Bunga matahari lagi menjadi sebuah bunga matahari yang sangat kecil. Dan tiba-tiba bunga lenyap.
“Sayang sekali,” menurut Frans.
Tetapi dia puas karena sekarang dia sudah melihat ayam jago keemasan itu dari dekat.
8. Minuman segar dari jin bertopi kerucut Fris
Dalam toko kecil milik jin bertopi kerucut Fris, kau bisa membeli berbagai jenis minuman segar. Dia menjual limun dalam berbagai rasa. Seperti frambus, bram, pohon kers, arbe, nenas dan bahkan rasa pir.
Di depan tokonya, di atas anak tangga berdirilah botol-botol dalam sebuah rak. Tiap rasa dalam tiap botol. Itu dianggap perlu oleh jin bertopi kerucut Fris karena untuk memudahkan para pelanggan yang datang membeli. Mereka bisa melihat semua dari luar, rasa yang mana ingin dibeli.
Kini ada 2 jin bertopi kerucut yang nakal dalam desa. Mereka bernama Pekker dan Gappie. Setiap pagi mereka memegang sebelum mereke pergi ke sekolah berulang-ulang tiap satu botol dari rak. Mereka meminum sampai kosong tetap mereka tidak bayar. Akibatnya jin bertopi kerucut Fris merasa jengkel sekali.
Pada suatu pagi dia mengisi botol limun yang kosong dengan air garam dan meletakkan di rak. Dia sendiri pergi berdiri ke balik sebuah gordin dan mengintip apakah pemuda jin bertopi kerucut nakal sudah datang. Ya benar.
Sebelum jam sembilan mereka datang berjalan. Mereka tidak melihat jin Fris, jadi mereka segera memegang tiap satu botol. Dengan cepat mereka membuka tutup botol, membawa botol ke mulut melakukan suatu tegukan yang berani. Tetapi O ........... alangkah kaget mereka. Mereka mendapat sebuah rasa asin dan jorok dalam mulut mereka. Kerongkongan mereka terasa terbakar. Mereka mulai batuk dan bersin keras serta memuntahkan cairan asin di atas jalanan. Tetapi dalam mulut mereka tetap tinggal rasa yang tidak enak. Dengan sapu-tangan mereka, mereka mencoba membersihkan gigi dan lidah mereka. Tetapi tidak berhasil. Rasa asin yang tajam tetap terasa.
Itu karena kesalahan mereka. Karena kau boleh melakukan sesuatu apapun asalkan tidak merugikan orang lain.
9. Sapi cerdik
Pada suatu ketika ada seekor beruang yang punya sebuah sarang pada sisi pada suatu hutan. Setiap hari dia melihat kepada seekor sapi yang sedang merumput dalam sebuah pada rumput di sekitar tempat itu. Oh alangkah lezatnya, pikir beruang, jika menyantap daging sapi. Dia belum pernah mencicipinya dan pastilah lezat. Siang hari beruang itu tidak berani mendekati sapi. Karena petani yang punya sapi itu bekerja di ladang yang terletak di samping padang rumput. Sedangkan pada malam hari sapi itu selalu dibawa ke dalam kandang
Namun pada suatu malam hangat dan cantik, petani membiarkan sapi itu berada di luar. Lalu si beruang berpikir:
“Nanti malam aku akan makan habis sapi itu.”
Tengah malam waktu semuanya terlelap, beruang melangkah ke arah sapi. Membuka moncongnya lebar-lebar dan berkata:
“Aku punya hasrat dengan daging sapi. Aku akan makan habis kau!”
“Oh jangan, beruang yang baik,” ucap sapi ketakutan. “Jangan lakukan itu.”
Beruang melangkah lebih dekat selangkah ke arah sapi dan akan menciuminya. Sapi menggigil ketakutan pada kaki-kakinya. Tiba-tiba ia melihat sumur.
“Kau boleh memakanku habis,” katanya. “Tetapi kau pastilah menganggap tidak menyenangkan, jika aku akan melenguh nyaring, ya? Kalau aku melenguh, petani akan bangun dan menembakmu dengan sebutir peluru.”
“Apa yang kau inginkan?”
“Melakukan sebuah permainan kecil.”
“Permainan macam apa?”
“Aku akan berdiri sedikit menjauh dan kau harus mendekatiku dengan mata tertutup. Itulah permainan yang kuanggap menyenangkan. Jika kau dapat memegang saya, kau boleh memakanku. Aku tidak akan melenguh.”
“Baik, itukah yang kau inginkan! Aku setuju, kawan,” dengus beruang dan dia menutup matanya.
Sapi dengan cepat pergi berdiri ke belakang sumur sapi dan berseru:
“Mari sini! Mari sini!”
Sambil mendengkur beruang datang mengejar. Dia sama sekali tidak tahu bahwa ada sebuah sumur di padang rumput, yang penuh air. Dengan sebuah bunyi ceburan dia jatuh lunggang-langgang dan tenggelam ke sumur.
Sapi mulai melenguh nyaring. Petani bangun dan berjalan cepat menuju padang rumput. Pada waktu dia melihat beruang tercebur di dalam sumur, mengertilah dia apa yang sedang terjadi. Untuk memastikan semua dia membawa sapi itu ke dalam kandang.
10. Raja sakit
Raja Singa dari kerajaan binatang sangat tidak menyukai matahari. Dia menyukai dingin, hari-hari berkabut. Dari angin timur laut yang dingin.
Ketika matahari bersinar dia membiarkan semua gorden dalam purinya bergerak menutup. Tidak muncul sinar dalam kamar-kamar. Baru pada waktu matahari menghilang, gorden boleh dibuka.
Pada suatu hari Raja masuk angin. Dia bersin berulang-ulang dan berulang-ulang lagi. Di atas tempat tidurnya terletak tujuh selimut wol dan namun Raja masih kedinginan.
Permaisuri datang sambil membawa air jeruk hangat ke tempat ridurnya dan memberinya pula sebuah kendi dengan air hangat. Tetapi semua itu tidak membantu. Dia tetap bersin saja dan sebagai tambahan atas semua kecelakaan itu dia mulai pula batuk-batuk. Dokter Beruang sudah dipanggil. Dia berkata:
“Anda demam, Tuanku! Tujuh hari telah di bawah selimut.”
Dokter Beruang menulis resep obat. Obat tidur dan obat batuk. Tujuh hari kemudian Raja boleh keluar tempat tidurnya.
“Pergilah duduk dalam sinar matahari,” ucap Dokter.
“Aku tidak suka pada matahari,” deru Raja.
Dokter Beruang menggelengkan kepalanya.
“Itu tolol, Raja!” katanya lagi. “Karena matahari menjadikanmu lebih cepat sehat.”
Tetapi Raja tidak mau matahari dalam istananya. Gorden-gorden gelap tertutup sampai malam tiba. Raja tidak mengacuhkannya. Dia tetap merasa dirinnya lemas dan bosan. Sesudah satu minggu sakit, Raja merasa bosan luar biasa. Binatang-binatang melihat Raja mereka dengan rasa kaget. Hari ini belum mereka lihat sebelumnya. Sementara itu Raja membiarkan rambutnya disinari dengan cahaya matahari hangat.
Dan tiap-tiap langkah dia merasa tubuhnya semakin membaik. Pada akhir dari perjalanan dia berseru gembira:
“Aku sehat lagi! Aku merasa lebih sehat lagi. Dan itu berkat matahari.”
Sejak saat itu Raja Singa semakin lama semakin menyukai matahari. Dan dalam purinya tidak pernah lagi ditutup gorden siang hari.

Pelajaran Bahasa Asing

Dari dalam halaman situs web ini, Anda pun dapat mempelajari salah satu bahasa asing yaitu:

  1. Bahasa Inggris

  2. Bahasa Prancis

  3. Bahasa Jerman

  4. Bahasa Belanda

  5. Bahasa Portugis

Jika Anda ingin belajar lebih jauh mengenai bahasa-bahasa asing ini, Anda juga bisa mengunduh (download) e-booknya secara gratis!

Pilihlah ebook bahasa di bawah ini sesuai dengan minat Anda!

Selamat belajar,  semoga sukses!.