1. Negeri dongeng
Pada suatu ketika Marjolein sedang berjalan-jalan. Di tengah jalan
dia bertemu seekor domba putih.
“Boleh aku ikut berjalan bersamamu?” tanya si Domba.
“Tentu saja boleh,” kata Marjolein.
Sesudah itu mereka berdua meneruskan perjalanan.
“Kemana sebenarnya tujuanmu? Tanya Domba.
“Aku akan pergi ke negeri dongeng,” kata Marjolein.
“Apakah di sana itu suatu negeri yang indah?” tanya Domba.
“Kadang-kadang,” kata Marjolein. “Di sana ada pohon, dimana tumbuh
kado-kado.” Mendengar itu domba menjadi tertarik. Pohon semacam
itulah yang sangat ingin dilihatnya. Mereka terus terus melangkah
dan suatu ketika mereka sampai di negeri dongeng. Dengan segera
mereka melihat letak pohon kado tersebut. Di sana tergantung
pelbagai bungkusan-bungkusan yang menarik. Pada tiap bungkus
terdapat sepotong kertas cantik dan pita dengan sebuah gulungan
besar.
Dekat pohon itu berdiri seorang penyihir perempuan. Dia mengatakan
bahwa domba itu boleh memilih dulu sebab dia yang paling kecil.
Domba itu melakukan dengan cepat. Pada waktu dia menurunkan kertas
kecil dari kadonya, keluarlah seutas tali tipis berwarna biru,
dengan sebuah lonceng yang berkilauan.
“O, alangkah cantiknya!” seru Marjolein dan dia memasang tali tipis
itu mengelilingi leher domba itu.
“Apakah itu sangat cocok?” tanya Domba.
“Itu sangat cantik,” kata Marjolein.
Seketika itu pula dia pun mengambil sebuah kado dari pohon yang
sama. Dan apa yang dilihatnya pada saat kertas itu dilepas?. Sebuah
jam berwarna putih, persis lonceng keemasan yang telah diterima oleh
domba.
“Lonceng itu berdentang jika sudah tiba waktu tidur, “ kata penyihir
perempuan.
“Itu menyenangkan,” kata Marjolein.”Dengan demikian aku selalu tahu,
bila aku harus ke tempat tidur.”
“Apakah loncengku akan berbunyi juga, jika aku mau tidur?” tanya
domba.
“Sudah tentu,” kata penyihir perempuan.” Itu lonceng-lonceng pukul
tujuh.”
Marjolein dan Domba pulang lagi dan di sana mereka menunggu lonceng
itu berbunyi.
2. Sekantong penuh butiran emas
Pada jalan hutan yang sangat sunyi, serigala sedang berjalan.
“Kemana kau?”, tanya sebuah suara tiba-tiba di sampingnya.
Serigala menoleh ke samping dan melihat seekor kelinci kecil. Dia
berdiri di antara dua kantong besar yang penuh di sebelahnya.
“Kau sedang apa?”, tanya Serigala ingin tahu. “Kau membuatku
terkejut.”
“Aku sebenarnya tidak mau begitu,” kata kelinci kecil dengan nada
manis.
“Aku butuh bantuanmu: jika kau suatu saat pergi pula ke kolam,
maukah kau membawa salah satu dari kantong-kantong itu untukku?”.
“Hmmm, hmmm,” gerutu Serigala.”Apa yang ada dalam kantong-kantong
itu?”
“Di dalamnya, satu kantong berisi pasir dan satu kantong lagi berisi
butiran emas.”
“Butir-butir emas?” seru Serigala kaget.”Bagaimana kau dapatkan
itu?”
“Itu tidak perlu kau tahu”, tawa Kelinci. “Aku harus membawa
kantong-kantong itu ke rumahku, tetapi dua kantong sekaligus bagiku
terlalu berat.”
“Apa yang akan aku dapatkan darimu, jika aku membawa satu kantong?”
tanya Serigala.
“Segenggam butir emas,” kata si Kelinci.
“Baiklah,” kata Serigala. “Di kantong mana yang berisi butiran
emas?”. Kelinci menunjuk kantong itu. Serigala meletakkan kantong
itu ke atas punggungnya dan bekerja keras membawa kantong untuk
kelinci ke rumah dinasnya. Setelah sampai, Serigala segera meminta
upahnya berupa emas.
“Tunggu sebentar,” kata Kelinci. “Mungkin kau masih mau membantuku
untuk melempar pasir di atas lantai dalam gangku. Itu akan lebih
mudah bila dilakukan berdua daripada sendiri, kau tahu.”
Serigala sebenarnya punya alasan untuk menolak, tapi dia memikirkan
segenggam butir emas yang akan diterimanya. Oleh karena itu terpaksa
dia membantu lagi. Ketika pasir sudah ditaburkan dengan rapi dan
gangpun sudah ditata menarik, kelinci berkata:
“Sekarang kau bantu aku lagi untuk menebarkan butiran emas ke lantai
kamarku.”
“Apa!!!” teriak Serigala terkejut. “Kau melempar butir emas ke atas
lantai?” dan apakah kau tidak salah?”
“Tidak” kata Kelinci. “Apakah kau sudah gila?” Serigala segera
berpikir.
“Tidak’” kata dia.”Jika kau seorang yang sangat kaya, itu tidak
gila.”
“Aku tidak kaya,” kata Kelinci. “Aku miskin.”
“Dan kantong yang penuh dengan butiran emas itu?”
“Yang itu,” tawa Kelinci. Dan dia menarik kantong yang berisi
butiran emas memenuhi kamar. Serigala cepat membantu dan minta:
“Sekarang aku menerima dua genggam butiran emas, bukan? Aku sudah
membantumu begitu banyak.”
“Untuk bagianku tiga genggam penuh,” Kelinci tertawa.
Dia membuka kantong dan membiarkan butiran pasir kuning emas
berserakan di atas lantai. Dengan mata terbelalak Serigala melihat
itu dan berteriak dengan nada marah: “Itu sama sekali bukan emas.
Itu pasir!”
“Tentu saja itu pasir,” seru Kelinci.”Apa yang kau pikirkan?” “Kau
lihat dengan jelas bahwa pasir itu berwarna keemasan?. Oleh karena
itu aku menyebutnya butir emas. Ambillah tiga genggam.”
“Kau seekor kelinci yang cerdik,” geram Serigala. “Kau telah mintaku
membawa kantong itu.” Aku pikir memang ada emas asli di dalamnya.
“Aku telah mengatakan: butir-butir emas” tawa Kelinci. “Dan aku
tidak menipumu. Pasir ini aku sebut butiran emas. Dan aku tidak
berbicara mengenai emas asli.”
“Kau benar,” geram Serigala. “Tunggulah. Aku akan menipumu pada
suatu waktu, dengar!”.
Dengan segera Serigala meninggalkan rumah itu. Kelinci cerdik
memandangnya sambil tersenyum.
3. Tukang sepatu binatang
Kabouter Klopper-de-Klop adalah pembuat sepatu binatang di dalam
hutan. Semua binatang membiarkan sepatu mereka dibuat olehnya.
Klopper-de-Klop dapat membuat sangat rapi dan cepat. Pada musim
dingin, dia menerima banyak pesanan, tetapi pada musim panas tidak
ada binatang yang datang. Cuaca terlalu panas dengan sepatu, dan
mereka lebih senang berjalan dengan kaki telanjang.
Pada suatu siang di musim panas yang hangat, Klopper-de-Klop duduk
di depan tempat kerjanya yang kecil. Dia tidak punya satu pun sepatu
untuk dibuat dan itu dia anggap tidak enak. Tetapi yang paling buruk
dari semua itu, bahwa dia juga tidak punya uang. Dia tidak bisa lagi
membeli makanan.
Appelsnoetje, seorang anak perempuan kabouter yang kecil, datang
duduk dekatnya.
“Kau terlihat sedih,” katanya. “Apakah ada sesuatu yang sedang
terjadi?”
“Ach,” keluh Klopper-de-Klop. “Binatang-binatang tidak membiarkanku
untuk membuat sepatu-sepatu mereka dan oleh karena itu aku tidak
punya uang untuk membeli makanan.”
“Oya,” kata Appelsnoetje. “Sekarang musim panas, ya? Tapi tunggu
saja. Salah satu dari kawan-kawan binatangku mau melakukan sebuah
perjalanan panjang. Dan aku tahu bahwa sepatu-sepatu mereka sedang
rusak. Aku akan mengirim sepatu-sepatu itu kepadamu.”
“Kau seorang gadis yang baik,” kata Klopper-de-Klop. “Tetapi dengan
membuat sepasang sepatu, belumlah membantuku.”
“Hahahaha!” Appelsnoetje tertawa. “Jika kau membuat sepatu-sepatu
dari kawan-kawanku, kau akan jadi kaya.”
Dengan segera dia berjalan terus dan Klopper-de-Klop memasuki tempat
kerjanya. Tak lama kemudian terdengar ada ketukan di pintu. Pada
waktu pembuat sepatu membuka pintu dan melihat seekor Duizendpoot
(kaki seribu) sudah berdiri di situ.
“Siang, Tukang Sepatu,” dia tertawa ramah. “Aku temannya
Appelsnoetje. Apakah kau punya waktu untuk membuat sepatu-sepatuku?
Semua sepatuku rusak.”
“Ribuan sepatu!” seru Klopper-de-Klop terkejut. Dan dia berpikir:
“Jika aku sudah membuat semuanya, aku mendapat banyak uang.”
“Apa kau bisa membuat sesegera mungkin?” tanya Duizendpoot. “Aku mau
berkunjung, kau tahu.”
“Tentu saja,” tawa Klopper-de-Klop gembira. “Minggu depan semuanya
selesai.”
Sejak itu si pembuat sepatu mulai bekerja keras sepanjang minggu
itu. Dari dini hari sampai larut malam. Pada saat ribuan pasang
sepatu telah rampung, dia menerima sangat banyak uang dari si
Duizendpoot.
Dan oleh karena itu dia bisa melewati musim panas dengan baik.
4. Musang raja Vlok
Raja Vlok berjulukan Raja Salju. Wajahnya serupa dengan serpihan
salju dan giginya-giginya dari es. Dia tinggal dalam sebuah istana
yang dibangun dengan balok-balok es dan selalu beterbangan
serpihan-serpihan salju di sekelilingnya.
Raja Vlok secara berulang-ulang berjalan melewati lapangan salju.
Witstaart, seekor musang berada di dekatnya. Musang ini sangat
cerdik dan bahkan dapat berbicara.
Pada suatu ketika, Raja berdiri memandang gunung salju yang tinggi,
dimana Winterheks tinggal.
“Kau tahu apa yang akan aku lakukan, Witstaart?” tawanya. “Aku akan
mendaki gunung ini.”
“Oh tidak,” seru Musang terkejut. “Anda tahu bahwa itu dilarang.
Gunung itu dibawah penguasaan Winterheks dan tidak ada seorang pun
boleh mendaki ke sana.”
“Aku yang akan melakukannya,” ucap Raja yakin. “Dan kau boleh ikut,
Witstaart.” Musang menganggukan kepala dan berpikir:
“O, o, alangkah bodohnya Rajaku.”
Tetapi ya, Raja adalah majikannya, jadi Musang berjalan mengikuti
Raja ke atas gunung. Perjalanan itu sangat sulit. Sangat banyak
jalan yang berliku-liku dan mereka menjadi sakit. Tapi mereka
menahannya. Perjalanan diteruskan. Makin tinggi dan makin tinggi.
Sesudah satu jam akhirnya mereka sampai ke puncak gunung itu. Raja
gembira dan berseru:
“Lihatlah sekarang, Witstaart! Aku bisa melihat seluruh negeri
saljuku dari sini. Apakah kau menganggapnya tidak bagus dan kau
tidak gembira sebab kau telah menyertaiku?”
Musang melihat sekeliling dan kau tahu saat penglihatannya yang
tajam melihat sesuatu?
Dia melihat bahwa gunung salju itu sudah berubah menjadi gunung es
yang sangat licin. Winterheks yang telah melakukan itu. Dia
tiba-tiba saja sudah berdiri di muka mereka dan tertawa dengan nada
marah:
“Hahaha! Sekarang aku menangkap kalian. Aku akan mencegah agar
kalian tidak pernah lagi mendaki gunung ini.” Dia lenyap dengan
segera.
“Apa yang akan aku lakukan?” tanya Raja ketakutan dan dia melihat ke
arah kaki gunung di bawah. Ui, ui, semua yang dilihatnya licin dan
mengerikan!
Raja ketakutan. Tetapi musang cerdik itu punya gagasan. Dia mau
menggelindingkan Raja di dalam salju yang masih tergeletak di tempat
mereka berdiri. Sepertinya sangat lama sampai Raja menjadi sebuah
bola salju yang tebal dan besar. Sesudah itu dia melepaskan bola
salju itu bergulir ke bawah dari gunung yang licin itu.
Itu berlangsung mengasyikkan dan Raja tidak merasa sakit sedikit
pun. Sewaktu dia sudah mendarat dengan aman di bawah, Witstaart
sendiri mulai menutup dirinya di dalam salju. Sepertinya sangat lama
sampai dia menjadi sebuah bola salju. Dan ketika: holder-de-bolder,
dia menggelinding dirinya turun dari gunung dan menjatuhkan salju
yang menempel padanya dan tertawa.
“Itu bagus juga sebab kau jadi mandi di dekatku,” ucap Raja gembira
kepada musangnya. “Kau paham betul terutama mengenai gagasan yang
baik.”
Musang mengangguk dan berkata:
“Anda sebaiknya tidak usah lagi mendaki gunung itu karena Winterheks
perempuan yang jahat.”
Raja kemudian berjanji dan sejak saat itu dia tidak mau lagi
melakukannya.
5. Bebek putih
“Jam sudah menunjukkan angka sembilan!” seru Ibu kepada Lien kecil.
“Keluarlah dari tempat tidurmu cepat, nak. Hari sudah siang. Kau
sudah tidur sangat lama.”
Lien bangkit dari tempat tidur. Roti menteganya dengan bubuk coklat
sudah siap. Ibu memberinya pula secangkir teh dengan gula. Lien
menikmatinya!
Sementara Lien makan, Ibu memotong roti menjadi bulatan sebesar dadu
yang kecil. Lalu dia masukkan ke dalam keranjang kecil.
“Itu untuk bebek-bebek ya, bu?” kata Lien.
Ibu mengangguk.
Pada waktu Lien memakan rotinya, Ibu membersihkan diri dan
berpakaian. Sesudah itu bersama-sama mereka pergi ke telaga untuk
memberi roti itu kepada bebek-bebek.
“Kwak-kwak!” seru semua bebek-bebek, pada waktu mereka melihat Ibu
dan Lien datang. Mereka semua tahu bahwa ada roti dalam keranjang
kecil itu. Lien melempar pertama dengan beberapa potongan kecil.
Sesudah itu mereka terus melempar lebih banyak dan lebih banyak.
Sepertinya sangat lama sampai tidak apa-apa lagi dalam keranjang
kecil itu.
“Sekarang roti sudah habis,” kata Ibu.
“Semuanya habis!” seru Lien kepada bebek-bebek. Mereka semua pergi
lagi dari situ. Tetapi kemudian datanglah seekor bebek yang manis,
kecil, dan putih, berenang mendekat.
“Kwak-kwak!” serunya lembut.
“Yang ini belum mendapat makanan,” kata Lien sedih. “Ach, malang
sekali. Dia seekor bebek yang sangat manis.”
Ibu melihat sekali lagi ke dalam keranjang kecil itu, kalau-kalau
mungkin masih ada sebuah roti lagi di dalamnya. Tetapi sayangnya
tidak. Di dalamnya sama sekali telah kosong. Lalu Ibu meraba ke
dalam kantong jasnya. Untunglah dia masih menemukan ada sebuah kue.
Lien memberi kue itu kepada bebek putih itu.
“Kwak-kwak,” serunya lembut lagi.
“Itu berarti: terima kasih banyak,” kata Ibu.
Lien tertawa dan berseru:
“Besok kau mendapat roti lagi, bebek kecil!”
Dan setelah itu Lien dengan Ibu sudah pulang lagi ke rumah.
6. Permaisuri yang istimewa
Di antara padang rumput hijau berdirilah sebuah istana. Di dalam
istana itu hidup seorang raja muda. Dia mencari seorang permaisuri.
Bukan seorang permaisuri sembarangan. Sama sekali bukan. Dia harus
memiliki sesuatu yang istimewa. Namun bagaimana pun juga Raja
mencari, dia tidak bisa menemukan permaisuri yang didambakan.
Pada suatu hari yang cerah, dia berjalan-jalan melalui padang rumput
yang hijau. Dan di sana dia melihat tujuh ekor kambing sedang
melompat-lompat. Nyonya Bollebotje sebagai pemilik kambing-kambing
itu sangat terkejut ketika melihat Raja datang.
“Oh, tolong!” teriaknya. “Sekarang semua kambingku sudah pasti tidak
boleh lagi makan rumput itu karena aku lihat padang rumput itu milik
Raja.”
Tetapi Raja yang besar dan berambut pirang itu menjawab dengan
ramah: “Boleh-boleh saja, Ibu. Cukup banyak tumbuh rumput di sini.
Apakah mereka sangat suka dengan rumput itu?”
Nyonya itu mengangguk dan berkata dengan nada hormat.
“Untunglah...”
“Bagaimana?” Raja ingin tahu.
“Sebenarnya,” keluh perempuan kecil itu, “kambing-kambing itu adalah
putri-putriku.”
“Apa!?” seru Raja sambil tertawa terbahak. “Aku melihat jelas bahwa
mereka hanyalah kambing-kambing.”
“Dengar,” ucap perempuan kecil. “Aku sangat miskin. Dan karena itu
seorang tukang sihir sudah menolongku, kau lihat. Dia mengganti
gadis-gadisku menjadi kambing-kambing karena aku dengan mudah dapat
memberi makan mereka. Kalau rumput kau tak usah membeli. Dia tumbuh
dimana-mana dan gratis.”
“Ya, ya,” Raja tertawa dan dia masih tidak percaya bahwa
kambing-kambing itu adalah gadis-gadis asli.
“Aku sangat ingin menikahi salah seorang dari putri-putrimu,” kata
Raja.
Dan dia berpikir:
“Aku memerlukan permaisuri yang sangat istimewa! Aku tidak mau
permaisuriku seekor kambing sebab orang tidak akan menemukan
permaisuri seperti itu di tempat lain.”
Nyonya Bollebotje mengeluarkan air mata dan bertepuk tangan karena
gembira.
“Itu sangat menyenangkan!” dia bersorak-sorai. “Aku sudah mendapat
sesuatu dari tukang sihir. Sehingga aku bisa menyihir
kambing-kambing itu lagi menjadi gadis-gadis. Itu sangat mudah, Anda
lihat.”
Dia memungut sebuah cincin merah darah dari jari tengahnya dan
memanggil tujuh anak gadisnya. Tiba-tiba kambing-kambing itu lenyap
dan muncullah gadis-gadis di muka tempat itu. Mereka sangat cantik
sehingga semua burung-burung secara serentak menyanyi. Raja
berbicara:
“Aku belum pernah melihat gadis-gadis mana semacam itu sebelumnya.
Aku ingin salah seorang dari mereka menjadi istriku.”
Nyonya Bollebotje tertawa puas. Raja memilih seorang gadis berambut
hitam.
“Itu adalah Pieternella!” kata perempuan kecil itu dan segera
memungut cincin merah lagi pada jarinya dan sekarang memanggil enam
nama gadis, sebagai ganti dari tujuh nama.
Dengan demikian Pieternella sekarang telah menjadi permaisuri. Dia
tidak perlu menjadi seekor kambing lagi.
Nyonya Bollebotje berangkat bersama enam kambingnya sedangkan
Pieternella mengikuti Raja ke istana. Mereka segera menikah dan saat
itu pula pesta pernikahan besar digelar. Raja merasa sangat bahagia
bersama permaisuri barunya. Namun begitu, Permaisuri baru itu sampai
saat ini belum mengucapkan suatu kata pun. Raja pikir, itu sayang
disayangkan sekali.
“Tetapi ya,” pikirnya. “dia masih harus membiasakan diri dalam
lingkungan istana, tentu saja.”
Ada ribuan lilin sudah dinyalakan dalam bangsal mahkota. Dan
sementara itu tamu-tamu kehormatan sudah berdatangan. Semua orang
memandang kepada Permaisuri dan berbisik-bisik:
“Betapa cantiknya dia, betapa putihnya, tetapi dia sangat pendiam.”
Sekonyong-konyong terdengar sebuah suara mengembik yang keras
melewati bangsal. Raja terkejut mendengar suara itu sehingga dia
terjatuh dari singgasananya. Pada saat Raja duduk di lantai, dia
melihat dan mendengar bahwa Permaisuri Pieternella yang menghembus
seperti itu. Permaisuri bercakap-cakap dengan Raja beserta
tamu-tamunya untuk pertama sekali. Dengan perasaan bingung Raja
meminta Permaisuri menghadap. Itu tidak diharapkan Raja. Bayangkan:
seorang permaisuri, yang hanya bisa melengus dan mengembik.
Tetapi ya, itu memang istimewa... Kau tidak akan menemukan hal
semacam itu dimana pun.
Oleh karena itu Raja berpura-pura gembira luar biasa dan berbicara
pada tamu-tamu.
“Istriku berasal dari negeri yang jauh dan asing. Bahasa yang dia
ucapkan hanya aku yang bisa memahaminya.”
Tamu-tamu tetap bertanya-tanya. Tidak seorang pun pernah mendengar
bahasa seperti itu.
Permaisuri tetap saja mengembik dan pada waktu itu Raja tiba-tiba
paham bahwa dia yang dilayani oleh para dayang dengan berputar,
tidak berselera. Dia hanya mengambil sedikit sekali makanan. Dia
tentu saja tertarik dengan rumput! Dia duduk di depan Raja. Pada
waktu para tamu sudah pergi, dia memintanya untuk menemani ke salah
satu padang rumput untuk makan sedikit rumput. Raja melakukan juga
permintaan Permaisuri ini.
Nah, begitulah Raja muda yang mendapat Permaisuri yang sangat
istimewa. Begitu pun, Raja tetap cinta kepada si Permaisuri, si
Embik.
7. Kera yang kuat
Doko adalah seekor kera besar. Dia kuat dan bertindak terhadap
kera-kera lain sebagai Pemimpin. Dasje adalah adiknya. Dia begitu
kecil, rapuh dan lemah sehingga Doko yang besar itu tidak mau tahu
bahwa Dasje adalah saudara laki-lakinya. Dia menganggap kera kecil
itu sangat tidak menyenangkan. Dia hanya ingin dia sendiri yang
besar dan kuat. Namun sayang kenyataannya tidaklah begitu. Dia
sekarang sama sekali seekor kera yang lemah.
Pada suatu hari datang beberapa orang laki-laki kedalam hutan.
Mereka mencari seekor kera besar untuk kebun binatang. Mereka
melihat Doko dan berpendapat dia seekor kera yang hebat. Doko yang
baru saja tertidur tidak mendengar kedatangan mereka. Tiba-tiba dia
sudah diikat dengan tali yang kuat dan dimasukkan kedalam sebuah
jaring. Salah seorang dari mereka kembali ke tempat dimana mobil
truk mereka diparkir. Mereka pergi menjemputnya untuk dimuat kedalam
mobil.
Sementara itu, kera yang kuat itu dikurung dalam jaring dan tidak
berdaya sedikitpun. Tali-temalinya sangat kuat sehingga dia tidak
dapat meloloskan diri. Dan dengan menggigit secara terus menerus pun
juga tidak bisa karena dia sudah diborgol dengan sebuah keranjang
mulut.
Secara kebetulan Dasje melintas tempat itu dan dia melihat bahwa
saudara lelakinya yang besar dan kuat itu ditangkap dalam jaring.
Betapa terkejutnya kera kecil itu ketika dia melihat Doko duduk di
sana begitu sedih. Dasje sangat suka kepada kakaknya itu. Dengan
segera dia mulai membantunya. Tidak cukup kekuatan kera kecil itu
untuk menarik putus tali-tali jaring. Tapi dia punya gigi yang kuat
dan tajam. Di sana dia menggigit jaring menjadi potongan-potongan.
Pada waktu sebuah lubang besar berhasil dibuat oleh Dasje, Doko
mendorong diri keluar. Dengan segera Dasje melanjutkan. Dia
menggigit tali-tali terus, yang duduk pada kaki belakang Doko.
Ketika dia mendengar laki-laki datang dengan mobil, untunglah dia
baru berhasil menggigit rusak tali-tali itu. Dengan keranjang mulut
yang masih melingkar dan tali-tali pada kaki paling depan, Doko
menghilang dengan adik laki-lakinya dalam semak-semak terdekat. Di
sana Dasje mulai menggigit lepas keranjang mulut dan sesudah itu
tali-tali dari kaki-kaki paling depan. Dia berhasil lebih cepat
daripada yang dipikirkannya. Dan ketika Doko sudah bebas dan berayun
lagi, yang pertama sekali yang dilakukannya adalah bangga terhadap
saudara laki-lakinya yang kecil dan lemah itu, Dasje.
“Kau sama kuat seperti aku,” serunya. “Aku bangga padamu.”
Kini Dasje menilai hal itu sangat baik yang tentunya kau pahami
sejak saat itu Doko tidak merasa malu lagi saudaranya kecil dan
rapuh.
8. Hutan yang sunyi
Pada suatu masa di dalam hutan yang besar dan sunyi, dimana hal-hal
aneh sering kali terjadi. Hal-hal apa itu? Ya, itu adalah sebuah
rahasia.
Beberapa orang gadis dan pemuda yang melihat itu bercerita sambil
tertawa bahwa itu sangat menyenangkan. Tetapi mereka berkata pula
bahwa mereka tidak boleh bercerita lebih jauh apa yang telah mereka
lihat. Mereka melakukan itu juga, lalu mereka akan mendapatnya
rambut hijau. Sekarang, siapa yang mau punya rambut hijau? Pasti
tidak seorang pun! Begitulah bagi tiap orang yang belum pernah
datang ke dalam hutan yang sunyi itu, suatu rahasia yang
menyenangkan untuk dilihat.
Jacobus, seorang pemuda yang langsing dan kuat ingin tahu pula. Pada
hari Rabu yang bebas dia pergi ke hutan yang sunyi itu.
“Aku ingin tahu ada apa dan benda macam apa yang ada di sana,”
pikirnya.
Di pinggir hutan berdiri tanah pertanian Gerritsen.
Vlek, anjing penjaga duduk di depan kandangnya di bawah sinar
matahari dengan tiduran sebentar.
“Siang, Vlek,” panggil Jacobus ramah dan melempar kerikil mengenai
kepalanya. Dengan nada marah Vlek melompat dan memandang Jacobus
dengan tidak senang. Dia menggeram:
“Apa kau yang melempar batu itu? Pemuda nakal! Tidak bisakah kau
membiarkan seekor anjing tiduran sebentar?”
Jacobus melakukan dengan lembut sehingga Vlek tidak marah dan
bertanya.
“Bisa kau ceritakan kepadaku hal-hal menyenangkan yang telah kau
lihat di hutan itu?”
“Aku tidak bisa,” jelas Vlek. “Aku tidak percaya terhadap
cerita-cerita yang terjadi dalam hutan itu. Kau tahu, Jacobus?”
“Aku sebenarnya tidak percaya, Vlek. Tapi kau tidak akan pernah
tahu. Namun aku akan pergi melihat. Kau ikut?”
“Tidak,” seru Vlek. “Kau pergilah sendiri!”
Jacobus masuk ke dalam hutan. Pohon-pohon pertama yang ditemuinya
sepanjang jalan belum tinggi. Namun semakin jauh dia berjalan,
pohon-pohon yang dijumpainya semakin besar. Dia tidak melihat satu
binatang pun, tidak ada burung di dedaunan dan bahkan tidak ada
tikus hutan di antara semak-semak. Sunyi dalam hutan dan sangat
cantik: akar-akar pohon berwarna coklat dan mengkilauan, semak-semak
dengan hijau terang, lumpur beludru gelap, dan suara biola hutan
yang berwarna ungu sedang berkembang.
Jacobus terus melangkah kira-kira satu jam lamanya. Bosan berjalan
dia pergi beristirahat di bawah pohon-pohon tua yang besar.
“Berapa lama waktu yang diperlukan agar aku bisa melihat hal-hal
yang menyenangkan?” katanya keras pada dirinya sendiri.
“Ke sanalah aku akan menuntunmu segera,” terdengar sebuah suara.
Dari semak-semak datanglah seekor lebah yang berwarna keemasan. Dia
melihat Jacobus dengan mata kecilnya yang terlihat seperti 2 bara
api yang sangat panas.
“Ikutlah denganku,” dia mendengung.
Jacobus berjalan di belakang tabuhan sampai suatu tempat terbuka. Di
sana berdiri sebuah pohon amat besar di tengah-tengah.
“Pergilah kebawah pohon itu,” kata tabuhan emas, “ Ikuti ucapanku:
Aalvis – baalvis – kaalvis – daalvis!”
“Begitu,” pikir Jacobus.”Itu sulit.”
“Katakan sekali lagi, lebah emas?” pintanya.
Tetapi lebah tidak melakukan itu. Jacobus berpikir cukup lama.
Tiba-tiba dia tahu kata panjang yang sulit itu:
“Aalvis – baalvis – kaalvis – daalvis!” dia berseru keras.
“Baik,’ kata lebah. “Sekarang aku akan memperlihatkan sesuatu yang
menyenangkan.
Tetapi pertama kau harus menutup matamu dan percaya padaku, dan
jangan ceritakan kepada orang lain apa yang telah kau lihat di sini.
Kalau kau ceritakan lebih lanjut, rambutmu akan berubah menjadi
hijau seperti rumput. Paham?
“Aku tidak akan mengatakan selanjutnya,” dengan mata tertutup.
“Baik, “ kata tabuhan “Bukalah matamu lagi.”
Ketika Jacobus melihat ......
Seekor bangau yang sedang bermain kartu dengan katak. Seekor kadal
sedang bermain gundu dengan kura-kura. Seekor kijang menulis dengan
sebutir di atas sebuah papan tulis sekolah. Sepuluh ekor kelinci
putih menari gembira dalam sebuah lingkaran. Mereka menghirup dengan
hidung tertawa. Tiga ekor ayam sedang bermain lompat tali. Seekor
musang dan seekor beruang duduk di atas sebuah tempat loncatan dan
seekor gajah yang gemuk dan berlemak sedang berayun-ayun naik turun.
Seekor zebra bersepeda di atas kendraan tiga roda. Seekor kambing
sedang bermain bola dengan seekor ayam jantan. Seseorang bermain
loncat-loncatan dengan seekor laba-laba. Seekor burung merah dan
seekor tupai bergantung bersama pada tali.
Mereka semua menyanyikan sebuah koor burung dengan nada paling
tinggi. Dirigen mereka adalah seekor kucing jantan bertotol hitam
putih.
Untuk pertama kalinya Jacobus melihat semua hal yang mustahil itu.
Tetapi ketika itu pula dia mulai tertawa. Dia menggelengkan
kepalanya. Sebuah pemandangan yang menyenangkan dari apa yang
dilakukan binatang semua di sana. Begitu indah dilihat, merdu
didengar.
Tiba-tiba semuanya sirna dan Jacobus ternyata hanya duduk di bawah
pohon besar.
“Aku sudah melihat mereka,” pikirnya.” Sekarang aku bisa pulang
lagi.”
Sambil tertawa dia menyusuri jalan yang sama saat dia datang tadi.
Oleh karena sangat sepi, Jacobus tidak berani tertawa keras. Tetapi
setelah jauh di luar hutan, dia berteriak keras-keras. Air matanya
meleleh di pipinya.
“Nah, nah,” kata Vlek, yang sedang duduk sambil menungggu
Jacobus.”Aku percaya itu menyenangkan. Kau tertawa seperti itu.
Cepat ceritakan kepadaku.”
Dan sesudah itu Jacobus menceritakan semua apa yang telah
dilihatnya.
Vlek duduk melihat dengan mata kagum terbelalak. Bukan kepada semua
cerita Jacobus. Bukan, dia sangat terkejut sebab rambut Jacobus
menjadi hijau. Dia melihat sambil tertawa.
“Mengapa kau tertawa?” tanya Jacobus.”Kau menertawakan hal-hal yang
menyenangkan yang sudah aku lihat?”
“Bukan,” kata Vlek.”Aku menertawakan hal-hal yang menyenangkan yang
kini aku lihat.”
“Apa yang kau lihat sekarang? Kau melihatku!” teriak Jacobus.
“Tepat. Itulah! Oleh karena itu aku harus tertawa!”
“Tetapi adakah yang harus ditertawakan?” kata Jacobus kaget.
“Tidak, sebaiknya kau pulang dan sesampai di rumah kau bercerminlah.
Kau akan tahu semua.”
Jacobus mengangkat bahu tidak mengerti dan pulang. Sampai di rumah
tentu saja dia segera memandang kedalam cermin. Dan melihat
rambutnya sudah berubah menjadi hijau. Nah, itu karena salah sendiri
karena dia tahu bahwa dia tidak boleh menceritakan kepada orang
lain. Karena dia tidak menepati janji.
9. Bebek yang bandel
Udara gelap dengan awan tebal dan kelabu. Dan angin bertiup sangat
kencang. Hujan bergemerincing jatuh dan membuat semuanya basah dan
kotor.
Seekor bebek kecil dalam saluran. Dia terdorong maju oleh angin.
“Tik, tik, tik,” terdengar hujan di atas kepala bebek itu. Tetesan
itu telah membuatnya sedikit sakit. Dan angin terkadang sangat
kencang sehingga bebek itu hampir tidak mengarah lurus dalam air.
“Mari masuk ke rumahku,” seru sebuah suara tiba-tiba.
Bebek itu memandang dan melihat seekor tikus sedang duduk. Dia
tinggal antara gelagah pada sisi dari saluran.
Ibu dan ayah sudah memperingatkan bebek kecil berulang-ulang
terhadap tikus jahat, yang memakan habis bebek-bebek. Tetapi tikus
ini terlihat ramah dan ketika dia dipanggil lagi, bebek
mendekatinya.
“Hari ini cuaca demikian jelek,” tukas Tikus.” Datanglah ke rumah
kami yang hangat dan kering, daging bebek yang enak yang enak.”
Tetapi O wee. Ketika bebek hampir masuk, tikus telah menggigit
sayapnya.
“Au! Au!” teriak bebek.
Itu terdengar oleh ayah dan ibunya yang datang dengan cepat
membantu. Mereka terbang di atas tikus dan mematuk dia semuanya.
Tikus pergi dengan cepat.
“Rasain,” kata ayah bebek dengan suara marah.”Ini salahmu sendiri.
Mengapa kau tidak dengar? Bebek kecil berjanji tidak pernah mau
mendengar rayuan tikus lagi.
10. Boneka tanpa nama
Pada suatu masa ada sebuah boneka yang sedang bersedih. Hal itu
karena dia tidak punya nama. Dia pergi kedalam hutan dan di sana dia
bertanya kepada seekor burung:
“Tidak tahukah kau sebuah nama untukkku?”
“Twit – twit! Seru burung itu.
“Tidak,” kata boneka itu.”Twit – twit menurutku bukan nama yang
cantik.”
Lalu dia berjalan ke padang rumput. Di sana dia bertemu dengan
seekor sapi. Si Boneka bertanya: “Katakan sapi, kau tahu sebuah nama
yang indah buatku?”.
“Boe!!!” tukas Sapi.
“O tidak,” kata boneka itu.”Aku anggap Boe bukan sebuah nama yang
indah.”
Tak lama kemudian si Boneka berjalan lagi ke arah domba dan dia
bertanya lagi:
“Domba, kau tahu sebuah nama yang sangat bagus untukku?”
“Bèèè,” sahut Domba itu.
“Tidak,” seru Boneka. “Aku tidak ingin punya nama bèèè.”
Seterusnya dia pergi ke padang rumput lagi dan sampai ke kandang
babi. Di dalamnya ada seekor babi yang besar dan gemuk.
“Babi?” tanya Boneka kemudian.”Tahukah kau suatu nama untukku?”
“Knor,” tukas Babi.
“O tidak,” kata Boneka.”Knor bukan sebuah nama yang menyenangkan,”.
Dan dia terus melanjutkan perjalanannya. Di sisi jalan dia duduk
dengan jempol di mulutnya dan air mata di atas pipinya. Datang
seorang gadis mendekatinya. Namanya Marleentje. Dia berdiri tidak
bergerak dan bertanya:
“Mengapa kau duduk sangat tenang sambil jempol di dalam mulutmu?”
“Aku sedang duduk sambil memikirkan sebuah nama. Aku belum punya
nama, kau tahu. Dan menurutku sangat menyedihkan .”
“Ya, itu membosankan,” kata Marleentje.
“Kau tahu sebuah nama yang menyenangkan?” tanya Boneka.
“Tentu saja tahu,” tawa Marleentje.”Nama kau Duimelotje !”
“O ya,” seru si Boneka gembira.” Aku nilai Duimelotje sebuah nama
yang sangat indah. Aku akan sangat menyukai nama itu”.
Dengan perasaan bahagia dia berdiri dan bersama Marleentje mereka
memberi tahu nama itu kepada semua binatang yang ada di hutan itu.
Binatang-binatang juga menilai nama itu sangat bagus. Sejak saat itu
mereka memanggilnya Duimelotje.
Dari dalam halaman situs web ini, Anda pun dapat mempelajari salah satu bahasa asing yaitu:
Jika Anda ingin belajar lebih jauh mengenai bahasa-bahasa asing ini, Anda juga bisa mengunduh (download) e-booknya secara gratis!
Pilihlah ebook bahasa di bawah ini sesuai dengan minat Anda!
Selamat belajar, semoga sukses!.