1. Takkie yang tolol
Kau ikut, Takkie?, seru Jip.
Waf, waf jawab Takkie. Dan itu artinya dengan senang hati, kata
majikan kecil.
Ayo, kata Jip. Kita pergi berjalan-jalan ke tujuan akhir. Janneke
pergi pula. Mereka bertiga pergi ke sana. Takkie menilai itu
mengasyikkan. Dia selalu ingin ikut. Terkadang dia mencoba menangkap
burung-burung kecil. Tetapi sejauh ini tidak pernah berhasil.
Burung-burung kecil terbang terlalu cepat.
Waf, waf, seru Takkie lagi. Seandainya aku bisa terbang! Aku akan
menangkap mereka. Sekarang kau harus tinggal di sini, kata Janneke.
Dan jangan selalu berlari kencang. Takkie.
Tetapi Takkie amat gembira. O yee apa itu? Di atas sana ada seekor
kucing. Di atas tepi jendela. Pinggir jendela dalam sebuah rumah.
Takkie berdiri dimuka rumah itu. Dan dia menyalak dengan suara keras.
Waf waf gr – r – r – woef!. Kucing itu berdiri. Dia menaikkan
punggungnya. Dia mengeluarkan ekornya yang sangat tebal.
Kemari, Tak! Seru Jip.
Namun Takkie tidak datang. Dia melompat ke atas, ke kucing. Dia
ingin menggigit kucing itu. Dan kucing itu memukul dengan kakinya.
O, o di atas hidung Takkie. Dengan semua kuku-kukunya.
Jeng. Jeng, tangis Takkie. Dan kini dia kembali lagi.
Dia terkena sebuah cakaran di atas hidungnya. Rasanya sakit.
Kau lihat, kata Jip. Kau rasakan itu.
Takkie punya ekor di antara kaki-kakinya. Dia sangat pedih. Janneke
menggendongnya. Dia membawanya pulang.
Tunggu, sayang, kata Janneke. Kita akan membungkusnya dengan plester
di rumah.
Dan ketika dia sampai di rumah, dia memasang sebuah plester di
hidung Takkie. Sangat bagus. Tapi dia tidak suka. Dia menggosok
hidungnya pada daun pintu. Tidak beberapa lama, plester itu copot.
Takkie tolol, kata Jip. Biarkan, kata ibu. Anjing tidak suka plester.
Biarlah semua hal itu berjalan dengan sendirinya.
Masih maukah kau menyalak kepada kucing asing?, tanya Jip. Sekarang
dia sudah tahu apa yang terjadi. Waf, kata Takkie. Dan itu artinya
jika aku bertemu kucing yang sama, akau akan memburunya lagi.
Karena Takkie adalah seekor anak anjing yang sangat bodoh.
2. Mengecat
Tukang cat sudah datang. Dia mengecat. Dia mengecat jendela-jendela
kamar Jip. Jip dan Janneke berdiri menonton. Mereka ingin pula
mengecat.
Apakah kami boleh bergabung? Itu tidak boleh. Akan membuat kalian
kotor.
Sungguh sayang. Sebab terlihat begitu menyenangkan, kerangka jendela
menjadi biru cerah. Pintu juga menjadi biru cerah. Jip dan Janneke
hanya boleh menonton saja.
Pada suatu saat tukang cat pergi tetapi dia membiarkan kaleng cat
terbuka. Didekatnya tergeletak 2 buah kuas.
Apakah kita akan mengecat sesuatu? Kata Jip. Itu tidak boleh, kata
Janneke.
Hanya sebentar, kata Jip.
Tetapi kemudian mereka mendengar seseorang datang. Di gang. Lalu Jip
ketakutan.
Dia akan menyingkirkan kuas dengan cepat tetapi dia malahan melempar
kaleng cat itu. O, o dan seluruh isi kaleng cat mengalir ke lantai.
Cat biru itu mengalir di atas permukaan. O, o Jib begitu takut. Juga
Janneke. Tidak ada seorang pun di gang. Hanya satu, Takkie.
Dia kini masuk dengan mengibaskan ekornya. Kau tahu sesuatu, kata
Jip. Aku akan mengecat lantai menjadi rapi. Kaleng itu kini juga
sudah tumpah. Kini aku akan mengecat seluruh lantai menjadi biru.
Aku akan membantu, kata Janneke. Lantai akan menjadi biru semuanya.
Itu lantai kayu. Terbuat dari papan. Dan Jip meratakan cat dengan
baik. Lihat, kata dia, katanya, itu sangat cantik.
Janneke membantu. Mereka anggap itu bagus. Tetapi kemudian ayah Jip
datang. Dia bahkan melihat pula sekitar pintu dan berseru: apa yang
telah terjadi?
Kami mengecat, kata Jip. Kami mengecat lantai, kata Janneke.
Dan mereka melihat ayah. Mereka berdua duduk diatas lantai yang
sudah cat. Mereka menjadi biru seluruhnya. Keduanya. Ayah begitu
marah. Tetapi akhirnya dia tertawa juga. Bah, alangkah kotornya,
kata dia. Begitu berantakan. Dan mereka harus memberitahu ibu. Dan
Takkie berjalan melalui cat. Tak disengaja kaki-kakinya menjadi biru
pula sekarang. Alangkah nakalnya anak-anak ini!.
Sekarang mereka harus menghapus cat itu. Dengan terpentin. Dan
setelah itu dicuci.
Dan mereka tidak boleh lagi menonton tukang cat. Itu bukan urusanmu,
kata ibu.
3. Papan jungkat-jungkit
Sebuah jungkat-jungkit! Seru Jip. Ya, ke Janneke. Sebuah
jungkat-jungkit asli.
Ya, sayang, ada satu buah. Di sana dalam taman, pada tempat berpasir
ada jungkat-jungkit asli.
Kau ikut? Tanya Jip. Dan Janneke ikut pergi. Kesanalah mereka pergi.
Permainan itu sangat bagus. Hup, Jip turun. Hup, Janneke naik. Hup,
Jip ke atas.
Jangan terlalu keras, Jip, kata Janneke. Nanti aku jatuh.
Tetapi Jip menanggap sangat menyenangkan bila dilakukan dengan
sangat keras.
Ibu juga datang menonton. Itu sangat bagus, kata ibu. Jip di atas
jungkat-jungkit. Itu persamaan bunyi. Jip di atas jungkat-jungkit:
Jip, di atas jungkat-jungkit, seru Janneke. Itu suatu perimbangan
permainan yang cantik.
Jangan terlalu keras, Jip, seru ibu. Janneke akan jatuh. Tetapi
memang harus begitu, seru Jip. Dan hup, giliran dia lagi. Sangat
keras. O Poppejans terjatuh. Dia jatuh tunggang langgang ke bawah.
Berhenti, teriak Janneke. Suatu kecelakaan. Poppejans. Mereka dengan
cepat turun dari jungkat-jungkit. Dan Janneke memungut anaknya.
Dia terluka, kata Janneke.
Kau harus memperbannya, kata Jip.
Poppejans yang malang. Jip dan Janneke membawanya pulang. Dan ibu
memberi sebuah perban mengelilingi kepalanya.
Dia terlihat sangat cantik. Samasekali asli.
Kini kau harus berbaring, sayang, kata Janneke. Dan tidur. Dan
Poppejans harus ke tempat tidurnya. Sekarang kau harus berjalan
secara perlahan, kata Janneke. Dan berbicara sangat pelan. Karena
Poppejans sedang terluka.
Itu karena kesalahan dari jungkat-jungkit, kata Jip.
Bukan, itu salahmu, kata Janneke. Aku tidak pernah mau lagi main
jungkat-jungkit dengan kamu. Aku akan main sendiri, kata Jip.
Tetapi itu omong kosong. Karena kau tidak bisa main jungkat-jungkit
sendiri.
4. Anak kucing terlalu banyak
Jip menggendong anak kucing berwarna abu-abu. Dan Janneke membawa
anak kucing berwarna hitam. Ibu berkata: Sekarang kalian harus
membawa serta anak-anak kecing itu dari sini. Kepada nyonya Van Riet.
Di Pojok, kau tahu, bukan? Dia mau kalian membawa kucing itu.
Jip sedikit menangis. Dia merasa begitu sedih karena anak-anak
kucing harus pergi. Mereka sungguh manis.
Aku pikir Siepie sangat menderita jika anak-anaknya hilang, kata
Jip.
Aku tidak berpikir seperti itu, kata ibu. Siepie masih punya seekor
anaknya yang lain.
Tetapi 2 kucing kecil sedih, kata Janneke. Jika mereka tidak melihat
ibu mereka lagi, mereka menangis.
Tidak, aku tidak percaya itu, kata ibu. Mereka saling memiliki. Dan
mereka sekarang sedih besar. Mereka bisa hidup tanpa ibu mereka.
Pergilah sekarang. Aku masih mau menyentuh mereka, kata Jip.
Dengarkan, kata ibu. Kita memelihara mereka satu sekarang. Kita
tidak bisa merawat empat kucing. Itu terlampau banyak. Kalau mereka
sudah besar, pemuda kucing akan menerima pula pemuda kucing. Dan
begitulah seterusnya …………
Selanjutnya kita akan mendapat lagi kucing muda, kata Janneke. Dan
akan jadi menjadi jutaan!
Pergilah sekarang, kata ibu. Dan ucapkan salam kepada nyonya itu.
Lalu pergilah Jip dan Janneke. Bersama anak-anak kucing. Mereke
menekan bel rumah nyonya Van Riet.
Apakah kalian di sana? Kata nyonya. Ach kalian membawa anak kucing
itu? Begitu manis.
Anda harus tampak sangat cantik untuk mereka, seru Jip. Semuanya
sangat cantik. Kalau tidak anda tidak boleh memilikinya. Dia
terlihat sedikit marah.
aku akan tampil sangat manis untuk mereka, kata nyonya Van Riet.
Lihat, betapa menyenangkan keranjang itu untuk mereka.
Ya sebuah keranjang yang sangat bagus dengan sebuah bantal kecil.
Dan apakah mereka juga menerima makanan yang enak?, tanya Janneke.
Ya sayang, aku akan memberi mereka ikan. Mereka sangat suka ikan.
Jip dan Janneke masing-masing mendapat satu potong kue. Dan mereka
membiarkan anak-anak kucing sekarang berjalan, dalam kamar.
Anak-anak kucing duduk diam, sedikit ketakutan.
Mereka tidak mau tinggal di sini, kata Jip. Mereka ingin pulang.
Ya, kata Janneke. Mereka ingin pergi dari sini. Kami membawa mereka
kembali.
Tidak, kata nyonya Van Riet. Mereka hanya ingin sendiri. Datanglah
besok dan lihat mereka lagi. Kau akan melihat bahwa mereka bermain
bersama.
Jip dan Janneke pulang ke rumah dengan perasaan pedih. Di sana Siepe
duduk. Dengan kucing kecilnya Vlekkie. Siepe sama sekali tidak sedih.
Dia tidak menunjukkan tanda bahwa kedua anaknya sudah hilang.
Kau seorang ibu yang bodoh, kata Jip. Kau sama sekali tidak bisa
berhitung.
Dan keesokan harinya dengan cepat mereka pergi melihat anak-anak
kucing di rumah nyonya Van Riet.
Anak-anak kucing merasakan kesenangan yang luar biasa secara
bersama-sama. Mereka berlari saling berkejaran melalui kamar.
Kau lihat bukan bahwa di sini pun mereka sudah merasa betah? Ya,
kata Jip dan Janneke.
Dan sekarang anak-anak kucing itu beristirahat.
5. Sinterklas datang
Jip bangun pagi sekali. Hari pun masih gelap. Belum ada orang yang
bangun. Begitu sepi di dalam rumah. Tapi Jip sedang berpikir: Aku
harus turun ke bawah. Aku ingin melihat adakah sesuatu di dalam
sepatuku. Sebab Jip sudah memasukkan jerami di dalam sepatunya.
Sesudah itu dia berjalan menuruni anak tangga. Dia membuka pintu
kamar dan melihat kedalam sepatunya. Sepatu itu terletak pada
perapian terbuka.
Jerami di dalam sepatu sudah hilang. Ada seekor hewan gula dalam
sepatu. Seekor hewan gula berwarna hijau yang cantik. Jip
mengeluarkan hewan itu. Tetapi dia tidak gembira. Dia sudah minta
sebuah mobil keran. Sekarang dia hanya punya satu-satunya seekor
hewan gula.
Mungkin tetap tergantung dalam cerobong atap, pikir Jip.
Mungkin masih berada dalam cerobong atap, kado asli.
Jip merangkak kedalam perapian. Di atasnya ada sebuah lobang. Lobang
cerobong atap. Dia memasukkan kepalanya kedalam cerobong dan meraba
dengan tangan-tangannya. Tapi dia tidak merasakan apa-apa. Sesudah
itu Jip duduk disebelah sepatu. Dengan mengenakan pakaian pemanas
rumah sambil menangis.
Tidak ada mobil keran sebab hanya adan seekor hewan gula.
Ada apa? Kata ayah. Ayah masuk lalu terkejut. Apa yang telah kau
lakukan di situ? H-u-u-u sedu Jip. Aku mau sebuah mobil keran.
Ayah tertawa. Kau tidak boleh tertawa, seru Jip. Itu lumrah.
Jip, kata ayah. Pergilah ke cermin. Lihat kedalam cermin. Jip
melihat. Dia hitam legam. Mukanya penuh dengan sapuan basah berwarna
hitam. Tangan-tangannya hitam pekat. Dia tertawa sampai mengeluarkan
air mata.
Aku sehitam Piet, katanya.
Ya, kata ayah. Sekarang kau harus dengar baik-baik, Jip. Hari ini
baru 3 Desember. Dan Sinterklas muncul ……. ?
Tanggal 5 Desember, kata Jip. Benar, kata ayah. Jadi pada tanggal 5
Desember, mungkin kau mendapat mobil keran. Mungkin, kataku.
Tapi masih malam Sint sudah melempar seekor hewan gula melalui
cerobong atap. Seandainya dia melihat kamu menangis, dia akan
berkata: O Jip tidak menyukai hewan gula! Dia tidak mendapat sesuatu
apa pun dalam sepatunya.
Aku tidak menangis lagi, kata Jip.
Bagus, kata ayah.
Janneke bertanya : apakah benar Sint akan berulang tahun 5 Desember?
Benar, kata ibu. Itulah hari ulang tahunnya. Lalu dia tidak mendapat
apa-apa berkaitan dengan ulang tahunnya itu?
Tidak, kata ibu. Dia tidak menerima apa pun. Dia hanya memberi kado,
dia tidak mendapat apapun. Betapa anehnya? kata Janneke.
Dia sendiri yang mau begitu, kata ibu.
Hal itu menurutku cukup menyedihkan, kata Janneke. Aku akan memberi
sesuatu kepada Sinterklas. Baik, kata ibu. Kau akan memberi dia apa?
Aku akan mengkalungi sebuah syal baginya, kata Janneke. Tetapi kau
harus cepat bergerak, kata ibu. Kalau tidak dia akan pergi.
Tetapi Janneke bisa mengkalungi dengan cepat. Dia menggunakan
sengkelit yang sangat besar. Sesudah 1 jam berlalu, segalanya beres.
Lihat, kata Janneke. Cantik bukan?
Itu hanyalah sebuah syal kecil, kata ibu. Ya, kata Janneke. Tetapi
warnanya kuning yang manis. Itu hanya berupa syal yang sangat kecil,
kata ibu. Tidak akan cukup mengkalungi lehernya, kupikir. Namun syal
itu merupakan sesuatu yang manis darimu. Kita akan meletakkan syal
tersebut di dalam sepatumu. Lalu kita akan menulis sepucuk surat di
sebelahnya. Kau telah membuatnya sendiri. Itu syal. Kalau tidak kuda
mungkin berpikir sehingga sesuatu itu dapat dimakan habis.
Lalu mereka lakukan. Dan pagi berikutnya Janneke menemukan sepucuk
surat dari Sint dalam sepatunya. Di sana tertulis:
Janneke sayang. Apa yang bisa kau lakukan itu cantik. Syal kecil itu
tidak cukup di leherku. Tetapi dia cukup di jenggotku. Jika aku
mencuci leherku. Siang Janneke.
Janneke bertanya : apa artinya? Seperti dia mencuci lehernya? Ibu
berkata: Aku berpikir bahwa dia tidak pernah bisa membersihkan
sebagus lehernya. Dengan jenggot itu. Sekarang dia mengelus jenggot
itu. Begitu pun dengan syalmu.
Oh ya, kata Janneke. Dia sangat bangga.
Jip dan Janneke berdiri di depan cerobong atap. Mereka harus
menyanyikan sebuah nyanyian. Ayam jantan Sinterklas! Jip bernyanyi
sangat keras.
Dengar, sesuaikan nada, anak-anak, seru Janneke. Lebih keras lagi.
Dengarkan, kata ayah. Tidak bisa begitu. Kalau kalian bernyanyi lagi,
kau harus melakukan secara bersama-sama. Keduanya dengan lagu yang
sama. Jika tidak itu akan kacau.
Tetapi Jip hanya menyanyi ayam jantan Sinterklas. Janneke hanya mau
Hoor, yang sesuai dengan anak-anak. Sehingga terjadi perselisihan.
Jip menendang sepatu Janneke. Janneke melempar sepatu milik Jip.
Semua jerami berterbangan keseluruh kamar.
Apakah kalian semuanya sakit!, kata ibu marah. Itu cara sangat bagus.
Sinterklas akan sangat sedih jika dia sudah melihat itu.
Apakah dia berdiri di atas atap tanpa Jip. Ya, akan, kata ayah.
Aku akan lihat pula, kata Jip. Dan dia mau ke jalan. Tidak!, seru
ayah. Dan dia masih memegang Jip seperti jas piyama. Apa yang kau
pikirkan? Hari gelap dan dingin!
Mari, kata ibu. Aku menyanyi bersama kalian. Pertama ayam jantan
Sinterklas!. Dan kemudian Hoor, yang sesuai.
Dan itu berlangsung baik.
Jip memberi Janneke sebuah ciuman.
Dan Janneke memberi Jip sebuah ciuman.
Dan menyingkirkan semua jerami lagi.
Dan mereke pergi tidur.
6. Hari Amat Dingin
Jip bangun. Kemudian Jip melihat keluar. O, o semua putih. Salju!
Teriak Jip. Tidak, kata ibu. Di sana tidak ada salju. Semua salju
sudah membeku. Rumput menjadi putih karena beku.
Aku mau keluar, kata Jip.
Makan dulu rotimu, kata ibu. Jip melahap rotinya. Janneke sudah
datang ke tempat mereka. Dia membawa sebuah kopiah dan sarung tangan
dari kain wol. Juga selembar syal tebal. Lalu satu setel pakaian.
Kau ikut, Jip? Kata Janneke. Salju sudah membeku.
Ya, kata Jip. Aku sudah selesai makan. Aku ikut. Jip mengenakan pula
pakaian yang tebal. Jip ikut keluar. Di luar udara sangat cantik.
Semuanya serba putih. Cabang-cabang, rumput, pagar, pohon pagar
semuanya putih. Bahkan kau bisa menulis hanya dengan jarimu. Saat
itu mereka sudah berada di atas lereng. Namun sayang lapisan es
masih sangat tipis. Kau berani di atasnya? Tanya Janneke.
Tidak, kata Jip. Itu berbahaya. Itu tidak boleh.
Kau berani melewatinya? Tanya Janneke. Ya, kata Jip.
Takkie tidak berani di atasnya? Bukankah dia sangat kecil sehingga
dia tidak akan tenggelam.
Pergilah ke atas es itu, Takkie, perintah Jip. Tetapi Takkie tidak
berani. Dia tetap di sini. Terus, seru Janneke. Dia melempar sebuah
batu di atas es. Tetapi Takkie tidak mengambil batu itu. Dia takut.
Dia tidak mau pergi ke atas es.
Kemari, Tak, kata Jip. Batu besar ini harus kau ambil. Lalu dia
melempar sebuah batu besar ke atas es. Krak, bunyi es. Es telah
pecah. Seekor bintang cantik didalamnya. Lihat kau belum bisa berada
di atas es.
Jip dan Janneke masuk kedalam rumah. Angin kencang bertiup. Hari
menjadi sangat dingin. Takkie telah menggigil kedinginan. Takkie
memang tidak punya kopiah, tidak punya syal dan dia tidak memakai
celana.
7. S u p
Apakah aku juga harus makan sup kapri? Tanya Jip. Ya, kata ibu.
Janneke berpendapat sup itu enak. He, Janneke? Kemudian Janneke hari
ini makan di sini. Kami makan sup kapri bersama.
Aku tidak suka sup kapri, kata Jip. Bubur itu terlihat jorok. Sup
itu bagiku sangat tidak enak. Ayo, kata ibu. Kau boleh lihat
bagaimana aku mengolah menjadi sup kapri.
Jip dan Janneke bersama-sama akan melihat di dapur. Di sana sudah
tersedia sebuah panci yang besar. Sebuah panci yang amat besar. Lalu
di dalamnya sudah ada sup.
Baunya sangat harum. Bahkan Jip boleh pula membantu mengaduk.
Hati-hati, sayang, kata ibu. Jangan sampai sesuatu terjatuh
kedalamnya, Jip. Aku bilang padamu, kata Janneke. Jangan sampai ada
sesuatu jatuh kedalam, Jip. Kau samasekali masih hijau dan karena
itu kami harus mengajarimu.
Tetapi Jip tidak menjatuhkan sesuatu kedalamnya. Dia mengaduk dengan
sebuah sendok kayu besar.
Sekarang aku lagi, kata Janneke. Dia juga mengaduk sup kapri.
Ayo, kata ibu. Aku akan memotong usus cincang. Apakah kau mau, Jip?
Ya, kata Jip. Enak. Lalu ibu memotong usus yang bulat dan besar. Ke
dalam empat potongan. Satu untuk ayah, Satu untuk ibu. Satu untuk
Jip dan satu lagi untuk Janneke. Sesudah itu mereka sudah berada di
meja makan.
Sepiring kecil sup, kata ayah. Ayo, orang-orang terkenal selalu
makan sup kapri. Dengan cara itu sedikit membantu. Jip makan satu
piring penuh. Jauh lebih banyak daripada Janneke. Ditambah satu
potong besar roti diolesi mentega. Sekarang perutku menjadi sangat
gendut, kata Jip. Sangat gendut.
Dan perutku juga, kata Janneke.
Dari dalam halaman situs web ini, Anda pun dapat mempelajari salah satu bahasa asing yaitu:
Jika Anda ingin belajar lebih jauh mengenai bahasa-bahasa asing ini, Anda juga bisa mengunduh (download) e-booknya secara gratis!
Pilihlah ebook bahasa di bawah ini sesuai dengan minat Anda!
Selamat belajar, semoga sukses!.