PelajaranDownload!Dunia Anak!Situs Bahasa Asing

Selamat datang ke situs bahasa asing di Indonesia!

Pelajaran dan Download Free Download!Ebook Gratis!

  1. Bahasa Inggris       england           E-book Inggris Gratis     book

  2. Bahasa Prancis     Prancis            E-book Prancis Gratis    boy

  3. Bahasa Belanda     Belanda           E-book Belanda Gratis    books

  4. Bahasa Jerman       Jerman            E-book Jerman Gratis      book stand

  5. Bahasa Lain               Bahasa lain          E-book Bahasa Lain         dark book

  6. Google
     
    Web kursusgratis.50webs.com
     

Jip dan Janneke DUA


1. Membangun menara kecil
hidangan ya...Lihat, betapa tingginya menara ini, seru Jip. Ya, kata Janneke. Bagus sekali. Menara ini belum selesai, kata Jip. Masih harus lebih tinggi. Apakah aku boleh membantumu?, tanya Janneke. Tentu saja, kata Jip. Secara bersama-sama mereka membuat menara lebih tinggi lagi.
Hati-hati, sayang, kalau kau menyenggolnya sekarang, menara akan runtuh berserakan. Sebentar, kata Jip. Aku akan panggil ibu. Dia harus melihat pula. Ibu pasti belum pernah melihat menara tinggi semacam ini. Lalu Jip pergi memanggil ibu. Tetapi dia berjalan sangat keras. Kaki-kaki kecilnya bergetar di atas lantai. Sekarang menara ambruk memutar.
Kau telah merobohkannya! Seru Jip dengan marah. Tidak benar itu, kata Janneke. Dia runtuh dengan sendirinya karena kau melangkah terlalu keras.
Itu tidak bisa, pekik Jip. Aku tidak merobohkannya. Tidak, dia jatuh sendiri.
Ibu datang ke tempat mereka. Sekarang ada apa lagi? tanya dia. Mengapa kalian berteriak-teriak begitu? Janneke telah merobohkan menara itu, tangis Jip. Bukan, itu hukum alam, sedu Janneke.
ayo, kata ibu. jangan berbuat ribut lagi sekarang. Untuk menara itu, kalian harus membuat suatu keributan. Karena menara itu bukankah kau masih bisa membangun lagi? Sanggupkah kalian masing-masing membangun sebuah menara sekarang. Kita akan tahu siapa yang bisa membangun menara paling tinggi. Setelah itu aku juga ikut membangun sendiri. Ya, itu menyenangkan. Janneke, Jip dan ibu, masing-masing membangun sebuah menara. Sehingga semuanya ada tiga menara.
Ibu bisa membuat dalam waktu singkat. Jip membangun dengan susah payah dengan lidah terjulur keluar. Janneke membuat menara dengan sangat teliti. Jadilah tiga menara yang cantik-cantik. Tetapi mereka masih lama rampung.
Kemudian tiba-tiba : Waf, waf ... Takkie datang. Waf, waf, waf! Seru dia. Dia menabrak seluruh tiga menara itu! Sekaligus tiga menara! Takkie nakal ..... teriak Jip. Tetapi dia akhirnya tertawa juga. Maaf, kata ibu. Aku harus berbelanja. Kalian ikut? Apakah Takkie juga boleh ikut? Baik, Takkie boleh ikut. Dia tak mendapat ganjaran apapun.

2. Lobak-lobak Kecil
si raja hutan!Kau mau makan ke tempatku? kata Janneke. Kami punya buah arbei. Boleh, Ibu? tanya Jip. Boleh, kata Ibu. Kau boleh makan ke tempat Janneke. Jip pergi bersama Janneke. Dia menilai selalu menyenangkan jika makan di rumah Janneke. Oleh karena itu dia makan di sana sangat banyak. Lihat, sebuah piring besar penuh arbei. Buah-buah itu terlihat begitu cantik dan kemerahan.

Oleslah di atas roti mentega, kata Ibu Janneke. Sesudah itu taruh pula gula di atasnya. Roti mentega itu sangat enak. Jip makan sampai 5 roti dan Janneke makan 4. Kini perut mereka menjadi tebal dan gendut. Mereka tidak bisa lagi bermain petak umpet. Mereka terengah-engah kekenyangan.
Mau kau datang besok ke rumahku?, kata Jip. Kau mau ke rumahku untuk makan arbei? Tetapi hari berikutnya Jip bisulan. Bisul asli yang gatal.
Jangan digaruk, Jip, kata Ibu. Bisul bisa pecah. Bisul Jip menjadi kemerahan dan gatal. Wajah Jip menjadi jelek. Dia menggaruk. Buah arbei datang, kata ibu. Buah ini tidak boleh dimakan lagi. Oh kasihan. Kini Janneke datang dan mereka tidak jadi makan arbei. Kalian mendapat lobak, kata Ibu. Lobak itu juga merah dan juga enak. Kau tidak akan bisulan.
Jip dan Janneke makan banyak roti mentega dengan lobak. Mereka punya lobak yang besar, yang disebut Ibu Lobak. Masih ada satu lagi lobak besar yang disebut Ayah Lobak. Lalu enam lobak kecil yang lainnya sebagai anak-anaknya.
Mereka semuanya naik mobil milik Jip. Sangat mengasyikkan. Seluruh keluarga lobak berkendaraan. Saat merasa cukup berkendaraan, semua tidak berjalan dengan lancar. Jip dan Janneke harus makan lobaknya sampai habis. Kasihan ya?

3. Berbelanja
sang raja!Ibu berkata, maukah kalian belanja? Bawalah sebuah keranjang yang kecil. Belilah satu pon keju di pojok pasar, kau tahu bukan?
Jin dan Janneke membawa keranjang. Mereka pergi ke toko di pojokan pasar. Takkie ikut. Dia selalu ikut.
Lihat, kata Jip. Betapa besarnya anjing itu. Anjing itu bernama Hector milik seorang petani, kata Janneke. Anjing itu sangat besar, tetapi dia tidak akan melakukan apa-apa.
Takkie mulai menggeram. Dia menyalak dan dia akan berjalan ke arah anjing besar tersebut. Tetaplah di sini, Tak, kata Jip. Tetapi Takkie tidak mau tinggal dekat Jip. Dia terus berjalan. O, o, sekarang mereka berkelahi. Mereka saling menyerang. Banyak bulu binatang-binatang itu beterbangan di sekitar mereka. Takkie sangat kecil sedangkan Hector sangat besar.
Kemarilah Takkie, pekik Janneke. Cepatlah Jip, bawa dia pergi dari sini.
Jip takut kepada Hector. Namun begitu kasihan terhadap Takkie. Dia segera mengusir anjing itu. Dia pukul dengan tasnya.
Pergi, teriaknya. Jangan berkelahi!
Hector melihat. Dia sangat terkejut. Dia anggap itu lucu sebab ada anak laki-laki kecil yang sampai berani memukulnya. Sedangkan Takkie sudah berlari menjauh. Dia menyalak kecil. Kaki-kaki kecilnya sakit. Jip menggendong anjing itu.
Tak yang nakal, katanya. Itu salahmu. Kau yang memulai.
Ya, kata Janneke. Kau yang mulai dulu, Tak!
Takkie memandang sangat sedih. Jip dan Janneke membawanya pulang.
Dimana kejunya? tanya Ibu.
Oh iya, kata Jip. Itu juga benar.
Takkie tidak boleh ikut lagi. Selanjutnya mereka mengambil keju. Takkie harus tetap di rumah. Di dalam keranjang. Sebab dia menyebabkan banyak kesulitan untuk belanja.

4. Bola
sang badut!Janneke menerima sebuah bola. Dia membawa bola itu. Bola yang berwarna biru dan kuning serta bergambar kapal-kapal.
Sangat bagus, kata Jip. Bolehkah aku main sepak bola?
Ini bukan bola sepak, kata Janneke. Ini bola apa?, kata Jip.
Ini sebuah bola, kata Janneke. Kau hanya boleh melemparnya.
Lalu dia melempar bola ke atas. Sangat tinggi. Kemudian menangkapnya lagi. Ya, dia dapat melakukannya dengan baik.
Kini giliranku, kata Jip. Namun Jip tidak bisa melempar bola itu dengan baik. Bola bergulir lagi berulang-ulang. Sesudah itu Jip menjadi marah. Lalu dia menendang bola itu dengan keras. Aku ingin main sepak bola, teriaknya. Lihat!
Kau tidak boleh melakukan itu, kata Janneke. Tetapi Jip menendangnya lagi.
Kini bola mengenai meja. Asbak yang berada di atasnya jatuh. Oh, asbaknya pecah. Pecah menjadi tiga bagian.
Ouch, kata Janneke.
Aih, kata Jip.
Mereka memungut pecahan asbak dan dicocokkan pada tempat semula. Kini asbak kembali utuh lagi. Kau bisa meletakkan kembali di atas meja.
Tak seorang pun melihat kejadian itu.
Jip dan Janneke duduk di atas bangku, bergandengan, sungguh manis. Lalu Ibu masuk. Dia berkata : kalian diam saja, katanya. Ada apa? Tidak, kata Jip.
Apakah yang telah kalian lakukan? kata Ibu. Dengan bola itu?
Jip dan Janneke tidak membuka mulut. Mereka hanya memandangi asbak.
Ada apa ya? kata Ibu. Apakah telah terjadi sesuatu?
Dia mengambil asbak itu. Hei, kata Ibu, hal begini tak menyenangkan karena aku telah memecahkan asbak cantik milik ayah. Sudah pasti ayah akan sangat marah padaku. Aku tidak berani menceritakan ini kepadanya.
Jip membuka mulutnya, lalu segera menutupnya lagi. Dia tidak mengatakan apa-apa.
Ayah akan marah kepadaku, kata ibu sedih.
Aku yang telah melakukannya dengan bola, kata Jip.
Oh, kata ibu. Oleh karena itu kau harus menceritakan kepadanya. Apakah kau mau melakukan itu?
Tentu, kata Jip.
Sekarang bermainlah di luar, bawa bolanya, kata Ibu. Di sana tidak ada asbak. Jip dan Janneke lalu bermain bola di atas rumput.

5. Dingin dan Musim Semi
sang bola!Hei, kata Ibu. Aku tidak punya bunga-bunga di dalam rumah. Sangat membosankan. Apakah kita akan memetik bunga? tanya Jip.
Aku tidak percaya apakah bunga-bunga itu masih ada, kata Ibu. Bukankah saat ini sudah musim dingin.
Tetapi Jip berteriak, Janneke! Ya, teriak Janneke. Aku datang!
Apakah kau mau ikut memetik bunga? tanya Jip. Baik, kata Janneke. Lalu mereka berdua pergi ke padang rumput. Hari mulai dingin. Semua rumput sudah basah. Tidak ada bunga-bunga. Yang ada hanyalah domba-domba.
Apakah kalian tidak merasa kedinginan? tanya Jip kepada seekor domba. Domba itu melihatnya tetapi tidak berkata apa pun. Mereka tidak kedinginan, kata Janneke sebab mereka memiliki bulu yang sangat tebal. Mereka hangat.
Setelah itu Jip dan Janneke meneruskan perjalanan. Mereka melihat-lihat di sekitar jalan yang dikelilingi pohon. Dimana-mana rumah. Rumah-rumah beserta taman kecil.
Lihatlah, kata Jip. Di sana ada bunga, dia menunjuk.
Ya, di sana ada bunga-bunga berwarna kuning yang indah. Tetapi kita tidak boleh memetiknya, kata Janneke. Mereka bukan milik kita. Dia milik nyonya itu.
Ya, keluh Jip. Sayang sekali. Namun nyonya rumah tersebut duduk di depan jendela. Dia melihat keluar. Dia melihat Jip dan Janneke.
Dia pergi keluar. Selanjutnya berkata, apakah kalian ingin beberapa cabang? Beberapa cabang dengan bunga berwarna kuning? Silakan, Nyonya, kata Jip dan Janneke. Kemudian nyonya itu mengambil sebilah pisau. Dia memotong tiga cabang yang cantik.
Jip dan Janneke pulang.
Mereka begitu bahagia.
Lihatlah, Ibu, kata Jip.
Oh, anak-anak, kata Ibu. Bagaimana kalian mendapatkannya? Diberi orang, kata Jip.
Ibu meletakkan cabang-cabang itu dalam vas bunga. Terlihat sangat indah. Lalu Jip berkata, kini aku akan setiap hari pergi ke padang rumput. Kemudian aku akan menerima bunga-bunga setiap hari dari sana.
Jangan sayang, kata ibu. Itu sama sekali tidak boleh kau lakukan. berjalanlah sedikit lebih jauh, kita sendiri akan mendapat bunga-bunga di kebun. Tunggulah.
Selanjutnya di sana Jip dan Janneke sedang menunggu.

6. Mata-mata Dalam Perut
Janneke punya tiga boneka. Yang pertama Poppejans, sebuah boneka paling manis. Poppejans punya tiga kepala. Oleh karena itu Janneke bermain begitu sering dengannya. Sesudah itu kepala Poppejans copot.
Lalu Janneke punya sebuah boneka hitam. Dia Kroesje. Janneke juga punya sebuah boneka cantik lain. Dia Ansje. Dia bisa tidur dan mengucapkan kata ‘mama’.
Jip dan Janneke biasa bermain dengan Poppejans. Tetapi hari itu Janneke telah membawa serta bonekanya yang paling cantik, Ansje. Lihat, katanya. Jika aku letakkan dia di bawah, dia akan tidur. Jika aku lakukan seperti itu, dia akan mengucapkan ‘mama’.
Jip anggap ini lucu. Dia bisakah melakukan hal lain? tanyanya. Tidak, kata Janneke. Dia tidak bisa melakukan hal lain lagi.
Oh, kata Jip. Berhati-hati dengan Ansje, kata Janneke. Aku akan mengambil sebuah baju untuknya. Janneke pergi dari situ.
Saat ini Jip sendirian dengan boneka itu. Dia mengangkat boneka itu ke atas dan segera mata boneka itu terbuka. Dia meletakkan boneka itu ke bawah. Mata si boneka tertutup. Kemudian Jip menekan kuat-kuat kedua mata boneka. Sekali lagi dan sekali lagi.
Klik! Bunyi boneka itu. Selanjutnya kedua mata boneka itu hilang. Boneka Ansje sekarang punya dua lubang di kepalanya. Gawat. Jip menggoyangkan boneka kian kemari. Boneka itu mengeluarkan bunyi gaduh. Pada waktu Janneke kembali, Jip berkata, lihat! Oh jelek sekali! pekik Janneke. Janneke sangat marah. Jip terlihat sangat ketakutan.
Ibu Jip berkata. Ya, kini kedua mata boneka berada di dalam perut boneka. Kita akan membawanya ke tukang servis boneka. Kalian ikutlah bersamaku. Sesudah itu mereka pergi ke tukang servis boneka dengan kereta. Tukang servis itu tinggal di sebuah toko dengan ratusan boneka.
Anda boleh menunggu, katanya. Seperempat jam setelah itu semuanya sudah beres. Ansje sudah punya mata lagi. Jika dibalik matanya akan merapat lagi.
Syukurlah, kata Ibu. Masing-masing dari kalian akan menerima sebuah boneka kecil di muka kamar mandi.
Lalu Jip dan Janneke berteman baik lagi.

7. Betapa Nakalnya Seorang Anak
Jip dan Janneke harus ke toko buah. Mereka akan membeli buah apel. Apel bintang, yang berwarna merah, yang begitu berkilau.
Mereka mendapat kue asam dari seorang tukang buah. Setelah itu mereka pergi ke toko roti. Di sana mereka mendapat pula kue asam. Lalu mereka pergi ke penjual kebutuhan bahan pokok. Di sana mereka membeli sari akar kayu manis.
Kau sudah menemukan buah apel? tanya Ibu, saat mereka pulang.
Ya, kata Jip. Ini apelnya. Kami juga sudah ke toko roti. Juga ke pedagang bahan pokok, kata Janneke. Tetapi sebetulnya itu tak perlu, kata Ibu. Apa yang kalian beli di sana? Tidak ada, kata Jip. Kami hanya pergi ke toko. Kami sudah punya sari akar kayu manis. Ya, kata Janneke. Dan juga mendapat kue asam dari pendagang bahan pokok. Di sana kami hanya berdiri di dalam toko. Selanjutnya kami berkata : kami tidak usah membeli apapun.
Kalian tidak boleh melakukan itu, kata Ibu.
Aku akan memberi Poppejans baju, kata Janneke. Mereka harus tidur. Tetapi dimana Poppejans? Dia tidak ada lagi.
Kami telah membawanya ikut, kata Jip. Pada saat kami pergi berbelanja.
O, o, sekarang Poppejans hilang.
Pergilah kembali ke toko buah, kata Ibu. Mungkin dia masih di sana. Tetapi Poppejans tidak ada di toko buah. Mereka pergi lagi ke toko roti. Tetapi tukang roti itu bilang: Tidak, sayang, kau tidak meletakkan boneka di sini. Kemudian mereka pergi ke pedagang bahan pokok.
Apakah Anda melihat sebuah boneka? tanya Jip. Tidak, pedagang bahan pokok, aku tidak melihat apa pun.
Dengan sangat sedih Jip dan Janneke keluar pintu. Tetapi tepat saat mereka keluar, Janneke melihat Poppejans. Dia duduk di atas karung kacang.
Dia disana! teriak Janneke. Dia mengambil Poppejans dengan cepat.
Anak nakal, kata mereka. Kemudian pergi dengan cepat. Selanjutnya mereka pulang ke ruamh.
Kami sudah menemukannya, teriak Jip.
Bagus, kata Ibu. Apakah kau telah meletakkannya di toko buah?
Bukan, kata Janneke. Pada pedagang bahan pokok. Disana dia bertengger di atas sebuah karung kacang.
Aku tidak percaya itu, kata Ibu.

8. Ada Kakek
Kau ikut? tanya Janneke. Kakekku datang.
Jip mau ikut sebab kakek Janneke bisa bermain sesuatu dengan baik. Aku membawa hadiah untuk kalian berdua, kata kakek. Janneke mendapat sebuah boneka hitam yang sangat kecil. Jip menerima sebuah kapal-kapalan.
Menyenangkan, kata Jip. Sekarang mari kita melayari boneka kecil ini dalam kapal kecil ini. Kakek menilai itu juga menyenangkan. Kakek bersama Jip dan Janneke pergi ke samping dapur. Di sana mereka mengambil sebuah bejana kayu. Sebuah bejana kayu besar yang penuh berisi air. Tak lama kemudian boneka itu telah berlayar.
Jip dan Janneke meniup air dalam bejana. Disebkan badai, kapal berlayar berputar-putar. O, o, si hitam yang malang nyemplung ke dalam air. Tapi Jip dan Janneke menolongnya tepat pada waktunya. Setelah itu mereka anggap permainan kapal-kapalan itu sudah cukup.
Sekarang mari kita bermain kuda-kudaan, kata Janneke. Di ruangan tengah. Kakek yang harus menjadi kudanya. Dia berjalan di atas tangan-tangan dan kaki-kakinya. Dan Jip naik di atas kuda. Aku juga ikut naik, seru Janneke.
Ayolah, kata Kakek. Naiklah kalian!
Lihatlah, kini kuda itu punya dua orang prajurit berkuda. Ibu Janneke memanggil : Jangan anak-anak, tidak boleh begitu. Nanti kuda bisa terluka. Dua prajurit terlalu banyak. Kalian bergiliran saja. Dan itu tidak terlalu lama.
Kakek tetap bermain sepanjang siang. Dia menceritakan lagi sebuah dongeng yang bagus. Setelah itu kakek pergi.
Enak, ya, kata Janneke. Ya, kata Jip. Kakekmu lebih menyenangkan daripada kakekku. Tetapi kau masih punya seorang kakek yang sayang padamu, kata Janneke.
Ya, kata Jip. Dia memang baik, tapi tidak pernah menjadi kuda.
Ya, kata Ibu. Tidak semua orang punya kakek yang bersedia main menjadi kuda.

9. Ember Penyiram
Kita akan pergi menyiram tanaman dengan air, kata Jip. Ikutlah, Janneke. Aku punya sebuah ember penyiram. Hati-hati, sayang, kata Ibu. Jangan melenceng airnya sehingga tanaman itu akan tumbuh bagus.
Jip dan Janneke melakukannya dengan sangat rapi. Mereka memberi air ke semua tanaman. Tanamannya haus, kata Janneke. Lihat, semuanya kering. Dia butuh sangat banyak air. Lagi. Lagi. Tanaman butuh pertumbuhan.
Lihat sekarang, sungguh tolol, kata ibu. Kau sudah menyiram tanaman ini terlalu banyak. Air mengalir sampai bangku jendela dan lantai rumah. Ambil sehelai kain dan kemudian sapulah hingga kering.
Sudah aku keringkan, kata Jip. Sekarang semua tanaman sudah disiram.
Ya, kata Janneke. Tapi air belum kering.
Apakah kita juga akan menyiram tanaman di luar? tanya Jip. Tidak, kata Janneke. Itu tak perlu. Mereka sudah mendapat air yang berasal dari hujan.
Sesudah itu Jip melihat Poppejans. Poppejans duduk dalam gerobaknya. Dia seharusnya berada di bawah bungkusnya, kata Jip. Ya, kata Janneke. Tetapi untuk selanjutnya kita harus membuka bajunya. Poppejans malang. Dia harus di bawah bungkus.
Dia sudah menjadi basah dan dia nilai hal ini ini sangat menjengkelkan.

10. Sandal
Janneke mengenakan sandal. Sandalnya begitu cantik!
Bentuknya menyerupai kelinci. Punya telinga dan mata.
Janneke baru saja menerima sandal itu. Dia begitu senang.
Lihat, katanya kepada Jip. Aku mendapat sandal ini dari bibi. Menurut Jip sandal itu cantik.
Bolehkah aku pakai?, rengek Jip. Cobalah, kata Janneke. Tetapi tidak boleh kau rusak, ya.
Dia membuka sandalnya. Lalu Jip memakai sandal itu. Tapi sandal itu sedikit lebih kecil bagi Jip. Dia mencoba dan mencoba lagi. Tetapi tak bisa pas.
Hati-hati, sandal itu bisa rusak sayang, kata Janneke. Sayang sekali, sandal itu sebenarnya terlalu kecil.
Kau juga harus minta sandal kepada bibimu, kata Janneke. Baik, kata Jip. Aku akan melakukan itu. Kau pakailah lagi sandal itu. Namun Takkie datang mendekat. Dia menggigit sandal itu dan membawanya lari. O, o, menakutkan sekali! Dia tentu berpikir bahwa sandal itu kelinci asli. Jip dan Janneke juga berlari sangat kencang mengikutinya. Keduanya memekik keras. Takkie!
Tetapi Takkie telah melompat pagar. Ke kebun tetangga. Selanjutnya dia berada di sana sekarang bersama sandal.
Takkie! tangis Janneke. Takkie! geram Jip.
Untunglah si tetangga dengan cepat mendekat. Dia merebut sandal itu dari mulut Takkie. Dia berikan sandal itu kepada Janneke melalui pagar.
Sandal ini masih utuh, kata Janneke. Tak yang nakal!
Kemari, kata Jip.
Tetapi Takkie tidak datang. Dia tahu bahwa betapa nakalnya dia. Dia menggerakkan ekornya di antara kedua kakinya.
Jip dan Janneke masuk ke dalam rumah. Janneke telah memakai sandal lagi. Dan dia berkata: sekarang aku tidak akan pernah melepaskannya lagi.

11. Jip Adalah Seorang Kepala
Lihatlah sekarang! seru Jip. Lihatlah, Janneke, apa yang telah aku peroleh.
Janneke melihat. Jip mengenakan sebuah topi. Sebuah topi pit merah yang cantik.
Aku adalah seorang kepala stasiun, akat Jip. Aku punya sebuah topi. Dan aku punya sebuah papan bulat tanda pemberangkatan kereta api. Lihatlah. Dan aku punya sebuah peluit. Dan aku juga punya pita sungguhan. Dan aku punya sebuah tang.
Oh, hebatnya, kata Janneke. Bolehkan aku juga menggunting?
Tidak, kata Jip. Kau perempuan. Perempuan dalam kereta.
Tunggu, ini keretanya.
Jip menyusun banyak sekali kursi dengan berurutan.
Syukurlah, katanya. Ini keretanya. Naiklah, nyonya, kereta akan segera berangkat. Aku belum siap, seru nyonya itu. Aku masih harus membereskan koperku. Kereta tidak menunggu nyonya, kata kepala stasiun.
Nyonya itu datang dengan berlari. Dia membawa sebuah koper. Dia berjalan begitu kencang. Sangat kencang!
Tolong, tolong, seru Nyonya. Aku harus mengejar kereta itu.
Naiklah, kata Kepala.
Untunglah, dia sudah duduk dalam kereta.
Tak lama kemudian kepala stasiun meniup peluitnya. Tuuut! Kepala stasiun mengangkat papan isyarat pemberangkatan kereta ke udara. Gejess... gejess... gejess... gejess. Kereta berangkat. Tetapi nyonya penumpang yang sedang di dalam kereta merasa bosan.
Kini aku mau menjadi kepala stasiun! teriaknya.
Bagaimana bisa? kata Jip. Kaum wanita bukan seorang kepala stasiun.
Aku bukan perempuan, tangis Janneke. Aku Janneke. Orang yang bernama Janneke tidak pernah menjadi seorang kepala stasiun, kata Jip. Gadis-gadis tidak bisa menjadi seorang kepala.
Bisa! tangis Janneke, lalu dia menarik lepas topi Jip.
Tidak bisa, bantah Jip, dan dia mengambil kembali topi itu.
Apa yang sedang kalian lakukan? tanya Ibu. Kalian bertengkar?
Dia ingin menjadi kepala stasiun, kata Jip. Bukankah para gadis tidak pernah menjadi kepala. Bisa, sayang, kata ibu. Seorang gadis bisa menjadi kepala sebagus kamu.
Aku tidak pernah melihat seorang gadis menjadi kepala stasiun, kata Jip.
Aku pernah, kata Ibu. Aku pernah melihatnya sekali.
Sungguh? kata Jip.
Sungguh, kata Ibu. Kemudian Jip memberi topi itu kepada Janneke. Lalu berikutnya peluit, pita, dan papan bulat tanda pemberangkatan kereta.
Itu semua, katanya. Kau hanya boleh sebentar saja.
Lalu seterusnya dia melakukan gilirannya. Semua berjalan lancar. Kereta berjalan sangat kencang.
Pertama sekali ke Den Haag, sesudah itu menuju Paris.

Pelajaran Bahasa Asing

Dari dalam halaman situs web ini, Anda pun dapat mempelajari salah satu bahasa asing yaitu:

  1. Bahasa Inggris

  2. Bahasa Prancis

  3. Bahasa Jerman

  4. Bahasa Belanda

  5. Bahasa Portugis

Jika Anda ingin belajar lebih jauh mengenai bahasa-bahasa asing ini, Anda juga bisa mengunduh (download) e-booknya secara gratis!

Pilihlah ebook bahasa di bawah ini sesuai dengan minat Anda!

Selamat belajar,  semoga sukses!.