1. Pum dan Poem
Bibi Truus sedang berkunjung. Bibi Truus membawa serta 2 anak gadis
kecil yang bernama Poem dan Pum. Mereka masih belum sebesar Jip dan
Janneke.
Apakah kau mau melihat bonekaku? Tanya Janneke. Dengan susah payah,
dia membawa bonekanya yang diberi nama Poppejans. Sementara itu Jip
tidak mau kalah pula. Dia bertanya kepada tamunya itu: apakah kalian
juga mau melihat anjing kecilku? Namanya Takkie. Jip menuntun Takkie
secara perlahan melalui kamar. Tetapi Poem dan Pum tidak begitu
memperhatikan.
Mereka tidak berkata apa-apa. Mereka sedikit takut kepada Takkie.
Apakah kalian mau main bersamaku di taman? tanya Janneke. Mereka
tidak berkata apa-apa.
Apakah aku akan berdiri di atas kepalaku? tanya Jip. Tapi dia telah
berdiri di atas kepalanya, menghadap piano. Pum dan Poem berpendapat
itu memang cantik. Namun mereka masih selalu berdiam diri.
Apakah mereka tidak dapat bicara? Tanya Jip kepada bibi Truus.
Tentusaja bisa, kata tante Truus. Tetapi mereka harus membiasakan
dulu sedikit.
Seekor beruang! Seru Pum tiba-tiba.
Ya, seekor beruang! kata Poem.
Sekarang mereka mau bicara. Mereka bertemu beruang sangat cantik.
Mereka ingin sekali duduk bersama beruang dalam kereta kecil. Jip
dan Janneke bersama menarik kereta kecil itu. Yang pertama melewati
kamar. Sesudah itu lewat kebun. Kemudian kembali lagi ke dalam
kamar. Dia bagus sekali, seru Pum dan Poem.
Kalian lihat, kata bibi Truus. Es mulai mencair.
Es macam apa? tanya Jip. Dia memandang sekitarnya, dimana-mana es.
Kau dapat menyebutnya begitu, kata bibi. Itu berarti karena tidak
diperlukan lagi.
Dan setelah itu bibi pergi. Pum dan Poem harus ikut tapi mereka
tidak mau. Mereka tetap berada dalam kereta kecil. Mereka
bersikeras. Mereka tidak mau pula melepas beruang itu.
Apakah kau tahu sesuatu? tanya Jip. Beruang itu boleh ikut kalian
sebentar. Dia juga boleh menginap di rumah kalian. Satu minggu!
Pum dan Poem sangat senang mendengar itu. Sekarang mereka bersedia
ikut ibu mereka. Mereka tidak akan memegang beruang lagi, bukan?
tanya Jip ketakutan ketika mereka pergi.
Aku tidak tahu, kata Janneke. Aku akan panggil polisi, ancam Jip
marah.
Begitulah anak muda, kata ibu. Sangat tidak ramah gadis kecil
seperti itu. Jangan takut. Kami akan minta mereka berkunjung lagi
minggu depan.
Lalu kami minta mereka bersama serta beruang itu, ya kan?
Ya, bersama beruang itu.
Dan sesudah itu Jip merasa tenang.
2. Tersesat
Dengar, kata Jip. Burung kukuk .
Jip dan Janneke secara bersama-sama berada dalam kebun. Mereka
berdua mendengar dengan sangat jelas suara: kukuk ..... kukuk
......kukuk ....…
Burung itu bertengger di atas pohon sana, kata Janneke. Dengan
mengendap-endap mereka pergi ke arah pohon apel. Rrrt ... burung itu
terbang dari situ.
Sayang sekali dia terbang lagi, kata Jip. Maukah kau ikut mencari?
Sesudah itu Jip dan Janneke pergi keluar sebuah pagar. Mereka
menyeberang sebuah jembatan kecil. Lalu mereka masuk kawasan padang
rumput. Tetapi setelah mereka mencapai pohon linde yang besar,
burung kukuk itu menjauh lagi. Semakin jauh.
Mereka terus memburu. Sekarang mereka sampai di antara rumah-rumah.
Menurut mereka, di sana kukuk tidak akan lolos lagi. Namun bukankah
di sana hutan kecil? Tidak, mereka lolos lagi.
Pada akhirnya Janneke berkata. Aku tidak tahu lagi dimana kita
sekarang. Jip dan Janneke memandang sekeliling mereka. Mereka belum
pernah datang ke tempat ini. Mereka tiba-tiba saja melupakan kukuk.
Bagaimana kita harus pulang sekarang? Tanya Janneke. Aku tidak tahu
lagi, kata Jip. Apakah lewat dari sebelah sini? Bukan, dari sebelah
sana, kata Janneke. 2 orang anak kecil itu sekarang berdiri di sana.
Mereka telah tersesat. Itu sebuah jalan kecil, kata Jip. Mari kita
berdiri di sana. Mereka berdiri di pinggir jalan. Namun jalan itu
sangat sepi. Tidak seorang pun yang lewat.
Seekor kuda! Seekor kuda dan gerobak. Benar, pengangkut barang
mendekat. Mereka mengenal penunggang kuda, dia Jan. Hee, kata Jan.
Apa yang kalian lakukan di sini? Kami tidak tahu lagi jalannya, kata
Janneke.
Ikutlah bersamaku, kata Jan. Dia mengangkat mereka ke atas bok . Di
sana kami duduk. Ittu menyenangkan. Gerobak berjalan perlahan karena
Jan masih harus berkeliling membawa bungkusan-bungkusan kemana-mana.
Aku bawa kalian pulang, katanya. Lalu dia menurunkan mereka di muka
rumah.
Itu mereka! Teriak ibu Janneke. Kemana saja kalian? O, o, kami
sangat takut!
Kami mengejar kukuk, kata Jip. Ya, kata Janneke. Tetapi tidak ketemu
dimana pun. Setelah itu kami tersesat. Ibu marah kepada keduanya.
Marah besar. Tetapi Jan berkata: tenanglah, bukankah kami sudah
berada di tempat!
Sesudah itu Jan menerima secangkir kopi. Jip dan Janneke
masing-masing mendapat segelas besar susu.
3. Ayah dan ibu kecil
Jip sebagai ayah. Janneke sebagai ibu. Janneke samasekali telah
bertanya sampai 2 kali. Apakah kau mau teh lagi, ayah? Boleh, kata
ayah. Lalu mereka berdua minum teh. Aku menilai permainan seperti
ini tidak menyenangkan, kata Jip. Aku menilai sebagai ayah dan ibu
adalah membosankan. Hanya minum teh saja. Tidak ada yang lain.
Membosankan karena kita tidak punya anak-anak, kata Janneke.
Apakah kita tidak punya anak-anak? tanya Jip. Tidak, Poppejans sudah
rusak. Kepalanya copot. Sangat sedih. Seorang ayah, seorang ibu dan
seorang anak. Dan lagi anaknya tidak punya kepala. Kau tahu sesuatu?
Takkie dan kucing adalah anak-anak kita.
Sesudah itu Jip dan Janneke mengenakan kucing baju. Takkie mendapat
pula sebuah jas dan peci kecil. Kemudian ayah dan ibu mengendarai
kereta anak.
Itu sangat menyenangkan. Tetapi itu tidak lama karena anak-anak
tidak bisa duduk diam. Kedua anak mereka meloncat keluar kereta.
Mereka mencoba melepaskan pakaian-pakaian mereka. Anak-anak berusaha
kabur.
Sekarang ibu Janneke tiba. Apa yang kalian lakukan? tanya dia.
Lihat, binatang-binatang yang malang itu. Cepat lepaskan baju
mereka! Kalian tidak boleh memberi pakaian kepada seekor kucing dan
seekor anjing. Bagi mereka itu tidak nyaman. Jip dan Janneke
memegang kucing dan anjing. Dengan cepat mencopot baju-baju mereka.
Sayang. Itu sepertinya nyata.
Kini mereka minum teh lagi. Ayah dan ibu bersama seorang anak,
sebuah boneka rusak tanpa kepala.
4. Jip tak dapat bergerak
Jip dan Janneke bermain dalam kebun.
Mereka bermain cari-carian, melilingi pohon apel, memekik dan
berteriak-teriak sangat keras. Jip, itu kau, seru Janneke. Lalu dia
berlari dari situ.
Jip mau mengejarnya, namun tiba-tiba – apa ini? Dia telah menempel
erat di pohon. Dengan baju sulamannya yang ketat.
Dia menarik dan dia menarik lagi dengan sekuat tenaga. Dia diam
tidak bergerak dengan tali benang dari baju sulamannya. Lihat,
benangnya makin panjang. Makin panjang dan makin panjang. Hati-hati!,
seru Janneke. Kau tertarik keluar dari baju sulamanmu. Tetapi Jip
anggap itu menyenangkan. Dia mengikuti ujung benang. Benangnya
terulur makin panjang tiada henti.
Sekarang dia harus berjalan mengitari pohon. Benang pun ikut pula di
belakangnya.
Hati-hati, kata Janneke. Kau tidak boleh berputar. Tetapi Jip terus
tertawa. Dia hanya berjalan memutar dan memutar bersama benang yang
telah melilit pohon. Sehingga baju sulamannya menjadi makin pendek.
Sekarang Janneke ikut juga tertawa. Sebuah pemandangan yang sangat
lucu. Saat ini Jip hanya memakai ½ baju sulaman. Setelah itu benang
tidak terulur lagi. Dia terkunci diam.
Aku akan melepaskan itu, kata Janneke. Kau harus cepat menuju ibumu.
Dan Janneke menarik potongan benang dan setelah itu Jan terlepas.
Dia hampir tidak berani masuk.
Jip! panggil ibu. Jip, apa yang kalian lakukan di sana?
Baju sulaman Jip telah terbuka semua! Seru Janneke. Jip sangat takut.
Dia bersembunyi di balik pohon. Tetapi ibu cepat bergerak. Dia marah
besar. Kamu sangat nakal, Jip, katanya. Baju sulaman itu hasil
sulaman dari nenek. Itu suatu hasil karya yang sempurna. Tapi
sekarang lihat apa jadinya!
Jip berdiri dengan wajah yang sedih, dengan setengah baju sulaman.
Aku tidak akan pernah melakukan itu lagi .... dia menangis.
Jangan, itu masih bisa diperbaiki, kata ibu.
5. Menangkap ulat
Lihat, seru Jip, seekor binatang aneh di pagar tanaman. Itu seekor
ulat, kata Janneke. Oh, seekor ulat, kata Jip. Lihat, dia punya bulu
yang lebat dan dia pasti mau merangkak di atas jari-jariku dan dia
juga memiliki ratusan kaki.
Mereka pergi menuju ibu. Ibu sedang mencuci. Tangan-tangannya penuh
dengan busa sabun.
Seekor ulat, teriak Jip. Ulat, kata ibu. Hati-hati, jangan biarkan
dia terjatuh kedalam air sabun. Apakah dia boleh tinggal di sini?
tanya Jip. Aku tidak keberatan, kata ibu, tapi ulat-ulat dianggap
tidak menyenangkan. Ulat-ulat itu lebih baik diletakkan di luar saja.
Bawalah mereka ke pagar tanaman.
Kepada isterinya, kata Jip, dan kepada anak-anaknya.
Ulat-ulat itu masih belum punya isteri dan anak-anak, kata ibu. Bagi
ulat, yang paling penting adalah makan sebanyak-banyaknya. Setelah
itu dia pergi duduk di suatu pojok dan jatuh tertidur. Ketika dia
bangun, dia telah menjadi seekor kupu-kupu. Benarkah?
Ya, benar, kata ibu. Jip dan Janneke membawa ulat balik ke pagar
tanaman. Ulat menyantap makanan dengan cepat dan hari berikutnya
mereka melihat apakah ulat itu sedang tidur, tapi ulat sudah hilang.
Sayang sekali. Jip dan Janneke sekarang melihat seekor kupu-kupu.
Mereka bertanya: itukah ulat yang kemarin? Itu bentuk terbaiknya,
kata ibu. Siapa tahu!
6. Melun
Janneke datang. Dia membawa serta sebuah barang yang bulat dan besar.
Apakah itu? Kata Jip. Sebuah melun, kata Janneke. Untuk kamu. Aku
tidak doyan melun, kata Jip. Bawalah kembali benda itu. Tetapi ibu
berkata: Jip, itu tidak baik. Jika kau menerima sebuah melun, kau
harus berkata: o, betapa harumnya, terima kasih banyak.
Tetapi menurutku benda itu tidak lezat, kata Jip. Bukankah kau belum
pernah memakannya, kata ibu. Kau tidak tahu apa-apa.
Dan ibu membelah buah melun. Jip dan Janneke masing-masing mendapat
satu bagian. Di atasnya banyak kadar gula. Dengan sebuah sendok
kecil. Jip mencicipi rasa buahnya. Aku rasa ini enak, kata dia. Aku
pun merasa buah ini enak, kata Janneke.
Kau lihatlah baik-baik, kata ibu. Apakah kau punya bagian atas?
Selanjutnya kami membuat kapal-kapalan dari kulit melun. Lihat, ada
sebuah tiang dan layar. Selanjutnya biji buah kami masukkan ke
dalamnya. Itu adalah biji jantan.
Itu kapal-kapal mungil yang cantik. Tetapi tidak bisa berlayar di
dalam air mandi karena akan tenggelam. Jika aku menanam satu biji
buah, apakah akan tumbuh satu pohon? Tanya Jip.
Cobalah, kata ibu. Jip menanam satu biji. Selanjutnya tiap hari dia
melihat apakah sudah menjadi satu pohon?
Kalian pikir apa? Apakah akan tumbuh sebuah pohon melun di kebun
Jip?
7. Burung nuri
Tetangga punya seekor nuri. Sesudah itu tetangga memanggil melewati
pagar tanaman. Hee, Jip! Janneke! Aku punya sesuatu untuk dilihat?
Aku punya seekor burung nuri! Jip dan Janneke pergi mendekati
tetangga melalui lobang di pagar tanaman. Mereka sudah berada di
dalam kamar tetangga.
Och, betapa cantiknya seekor nuri. Burung itu bertengger dalam
sebuah kandang berwarna keemasan. Bulunya berwarna hijau dengan ekor
biru. Paruhnya melengkung.
Selamat siang! Seru nuri. Dia dapat berbicara, kata Jip.
Ya, dia dapat berbicara, tukas tetangga. Dia bisa berbicara dengan
sangat baik. Garukan kepala, kata nuri. Burung kakak tua, burung
kakak tua. Jip dan Janneke gembira. Mereka belum pernah mendengar
burung berbicara.
Apakah kau punya buah-buah kers? tanya si nuri. Tidak, kata Jip, aku
tidak punya buah kers. Apakah kau punya buah-buah kers? tanya nuri
lagi. Tidak, aku sudah katakan itu, aku tidak punya, kata Jip.
Mari sini, kata tetangga, ini kau punya sebuah kers. Berilah dia.
Jangan takut, dia tidak akan mematukmu. Jip memberi kers itu kepada
si nuri. Binatang ini memegang tanpa ragu kers dengan hati-hati.
Lalu memakannya.
Cantik ya? kata Janneke. Kemudian mereka pulang kerumah.
Aku ingin Takkie juga dapat berbicara, kata Jip. Mungkin dia bisa
belajar, kata Janneke. Takkie! panggil Jip. Kemarilah.
Takkie berlari mendekat. Katakanlah selamat pagi! perintah Jip.
Woef! Kata Takkie. Dia tidak pernah mau belajar, kata Janneke. Dia
terlalu bodoh.
8. Roti hangat
Bel berbunyi. Aku akan membukanya, seru Jip. Tidak, aku! Teriak
Janneke.
Mereka berdua berlari melalui gang. Jip duluan. Dia membuka pintu.
Tukang roti datang. Begitulah anak kecil, kata dia.
Siang tukang roti, kata Jip. Siang tukang roti, kata Janneke.
Apa yang kalian perlukan? tanya tukang roti. Sebentar ya, kata Jip.
Dia memanggil: Ibu! Tetapi tidak ada jawaban. Ibu masih ada di
ruangan atas.
Apa yang harus aku ambil sekarang ? tanya Jip. Ambillah setengah
putih dan setengah sawo matang, kata Janneke.
Bocah baik, kata tukang roti. Ini dia. Sampai besok. Sampai besok,
kata Jip dan Janneke.
Letakkan roti di dapur, kata Janneke. Tidak, kata Jip. aku akan
perlihatkan roti itu kepada ibu. Dia memegang dua roti itu di bawah
lengannya. Dia naik tangga menuju ruang atas. Ibu! panggil dia.
Tetapi ibu tidak berada di atas ruangan atas. Juga tidak di dalam
kamar. Tidak pula di dapur. Jip mencari kemana-mana. Janneke
mengikuti dengan cepat di belakangnya.
Di gudang batu bara mungkin, kata dia.
Jip membuka gudang batubara. Tapi dia melakukannya sangat buru-buru.
Di atas hidungnya. Roti setengah putih terletak di dalam batubara.
O, o, betapa kotornya. Roti itu menjadi hitam seluruhnya.
Mari kita cuci, kata Janneke. Di bawah kran. Mereka memegang roti
itu di bawah kran. Warna hitam memang hilang, tetapi roti menjadi
basah. Apalagi yang kalian lakukan kini? tanya ibu. Dia datang
secara tiba-tiba. Dia datang dari kebun. Apa kalian lakukan di situ?
tanya dia. Roti di bawah kran?
Jip menceritakan semuanya. Janneke berkata: Ya. Jip tidak dapat
membantu. Dia mencari ibu dan setelah itu dia terjatuh dalam gudang
batu bara.
Yaa, kata ibu. Itu tindakan ceroboh, sayang. Tetapi kau tahukah
sesuatu? Kita akan menaruh roti itu dalam oven sore ini. Lalu
dikeringkan lagi. Tengah hari mereka makan roti hangat. Di luar
oven. Roti ini enak, kata ayah. Sangat hangat. Kau harus membuatnya
sekali lagi. Ibu tertawa. Jip tertawa pula. Tetapi mereka tidak
menceritakan kepada ayah mengapa mereka tertawa.
9. Ikhtiar melawan amarah
Janneke sangat pemarah. Ya, sangat pemarah. Tidak selamanya, sayang.
Pada umumnya dia sangat lembut. Tetapi terkadang dia pemarah.
Setelah itu dia menggigit. Memukul dan menggaruk! Dan kemudian
ibunya berkata: Ah Janneke! Kau menjadi seorang pemarah.
Minggu yang lalu Janneke telah melempar pecah tempat teh. Berserakan
di tanah. Lalu kini ibunya telah berkata: jika kau marah lagi,
Janneke, kemudian kau harus berdiri lurus. Sesudah itu kau harus
menghitung sampai sepuluh. Kemudian senantiasa, jika kau hendak
memukul seseorang, kau harus berdiri diam dulu. Lalu menghitung
sampai sepuluh. Maukah kau lakukan itu?
Janneke berkata: Ya, aku mau, sungguh. Bila terjadi juga dia
menyesal dan dia akan minta maaf.
Sekarang dia sedang main bersama Jip. Sangat sportif. Mereka bermain
perampokan. Permainan berjalan sangat bagus. Tetapi tiba-tiba Jip
berkata: kau bukanlah perampok asli. Kau hanya seorang anak gadis.
Mendengar itu Janneke menjadi marah. Sangat marah. Wajahnya menjadi
merah karena marah. Jip kaget. Apakah Janneke akan melempar sesuatu
sekarang? Atau memukul? Tidak, Janneke tidak berbuat apa pun. Dia
berdiri sangat tenang. Sangat lama. Dan dia berkata: satu, dua, tiga,
empat, lima ...
Jip tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
...enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh ... kata Janneke. Setelah
itu dia tiba-tiba menjadi marah kepada Jip. Dia menggigitnya
keras-keras pada kakinya. Au! Au! Pekik Jip. Berhenti! Janneke punya
gigi-gigi sangat tajam. Dan itu sungguh sakit. Jip menangis sedikit.
Lihat, sekarang Janneke telah minta maaf lagi.
Itu tidak menolong ... kata dia. Aku telah menghitung sampai sepuluh.
Tetapi aku tetap menggigit kamu. Mengapa kau menghitung sampai
sepuluh dulu? Tanya Jip marah. Itu harus, kata Janneke. Ibu
mengatakan: selalu menghitung sampai sepuluh jika kau mau marah. Dan
itu telah aku lakukan.
Jip dan Jenneke pergi bersama ke dalam rumah. Mereka menceritakan
kepada ibu Janneke bahwa cara itu tidaklah menolong mereda amarah.
O, tidak? tanya ibu, itu tidak membantu? Coba hitungan sampai
duapuluh. Tapi tidak mungkin sebab Janneke belum bisa menghitung
sampai duapuluh. Dia baru bisa menghitung sampai sepuluh. Belum
seterusnya. Aku tidak tahu itu, kata ibu Janneke. Tetapi aku akan
memikirkan sekali lagi. Sekarang ibu Janneke duduk memikirkan sebuah
cara baru. Tapi itu sulit!
Dari dalam halaman situs web ini, Anda pun dapat mempelajari salah satu bahasa asing yaitu:
Jika Anda ingin belajar lebih jauh mengenai bahasa-bahasa asing ini, Anda juga bisa mengunduh (download) e-booknya secara gratis!
Pilihlah ebook bahasa di bawah ini sesuai dengan minat Anda!
Selamat belajar, semoga sukses!.